Ads 468x60px

Friday, April 19, 2013

Ketika Kiriman Tak Berbalas ( ½ Kisah Nyata)


Bismillah,

            Ah, kawan. Kampus indah kalau suasana sore datang menjemput. Semburat jingga kekuningan terpancar di penjuru bumi sana. Membawa dan ikhlas membagi tawa dan bahagia. Berkumpul dengan kawan, hilang gundah dan gulana. Langit biru nan dibalut dengan awan-gemawan yang bertabur secara parsial. hanya angin yang bersepoi simultan menawan.
            Tetabuan gendang, bunyi dram, dawai gitar, dan alunan musik datang dari arah timur dari Fakultas Seni dan Desain. Setidaknya, mereka bisa bebas tanpa harus memikirkan renstra (rencana strategis) untuk berperang melawan mahasiswa-mahasiswa Fakultas Teknik yang berada di ujung timur sana entah sedang berbuat apa—Namun, bukan berarti bahwa penulis setuju dengan wasilah kebebasan mereka.
            Sore ini, semua orang (tepatnya mahasiswa), sibuk dalam urusannya dan berkutat dalam dunianya (masing-masing).  Ada yang mungkin sibuk memadu cinta di belahan kampus sana. Dan mungkin ada pula yang saking sibuknya belajar di kos masing-masing kalau film Korea, bahan gosip, dan makanan telah habis (sekali lagi mungkin dan tolong catat itu). Inilah yang kusebut euforia di sore hari.
            Lalu, untuk itu... apa yang hendak diucapkan?? Betul, Alhamdulillah (walaupun hal ini masih perlu diintropeksi ulang). Terkadang kita sulit sekali untuk hanya sekadar mengucapkan satu kata dengan redaksi seperti di atas. Mungkin, karena kerasnya hidup ini dan segala soal dan permasalahan yang meliliti dan melingkupi diri kita menjadi penyebab utamanya.
         Taruhlah kita ambil satu contoh dari kalangan mahasiswa. Mungkin kita pernah saling berkorespondensi dengan birokrasi kampung bernama orang tua perihal uang kiriman. Namun ternyata, kita mendengarkan kabar buruk bahwa sedang terjadi hama di kampung dan untuk bulan itu, panen GAGAL! Atau mungkin penyebabnya ialah adik kita baru kecelakaan jatuh dari pohon mangga hingga kepalanya terkilir sehingga membutuhkan dana yang banyak sebagai pengobatannya hingga uang kiriman yang sudah dipersiapkan untuk kita, tidak jadi dikirimkan. Ditambah lagi, orang tua telah memiliki hutang yang banyak di kampung untuk membayarkan kebutuhan hidup sehari-hari.
            Contoh kasus yang kedua, pernahkah kawan selaku mahasiswa merasakan hanya punya uang 27 ribu di dompet yang seribuanya terbuat dari 2 koin 500 rupiah. Namun ternyata, 30 ribunya mau dipakai untuk bayar hutang yang kita telah berjanji kemarin kepada seseorang untuk membayarnya hari ini. Apa yang pembaca lakukan kalau diperhadapkan pada masalah tersebut?
            Mungkin pembaca merespon dengan menjawab “Kan masih ada ATM?” penulis menjawab, “Benar, alhmadulillah, Kita memiliki tiga ATM ternyata. Satunya ATM Mandiri, dua lainnya ATM BRI dan ATM BNI. Namun, pada ATM BNI saldo kita ternyata hanya di bawah sepuluh ribu, otomoatis, mustahil untuk ditarik. Sedangkan pada ATM Mandiri, kita punya saldo 190 ribu. Tapi ternyata tidak bisa ditarik lantaran, ATM tersebut punya persyaratan untuk menetapkan dana awal di rekening sebesar 100 ribu. Nah, kalau mau ditarik 100 ribu, maka itu hal mustahil karena saldo tidak mencukupi untuk dana awal.” Mungkin ada pembaca yang mengatakan, “Kenapa tidak tarik 50 ribu saja, beres kan?” penulis jawab, “Namun kita diperhadapkan susah untuk mencari ATM Mandiri yang 50 ribuan. Selanjutnya ATM BRI. Alhamdulillah, ATM BRI kita memiliki saldo 240 ribuan. Namun masalahnya, berkali-kali mencoba, ternyata tidak bisa ditarik karena entah Kartu atau ATM-nya yang bermasalah. Terus apa yang pembaca lakukan?”
            Bisa jadi pembaca serentak tanpa perlu diakomodir mengatakan “PINJAM!!”
            Aha... ide yang bagus. Walau pun terkesan idenya kurang kreatif. Alhamdulillah penulis merasakan permasalahan di atas (kasus II). Hanya, penulis merasa enggan melakukan solusi tersebut, entahlah. Yah, saya si penulis mencoba untuk bersabar dan berharap keajaiban akan datang entah dari mana. Gaji sebagai guru privat belum jelas kapan cair begitu pula beasiswa Bidik Misi baru cair bulan depan, permasalahan yang cukup kompleks. Namun, Saya terngiang dengan perkataan seorang saudara fi sabilillaah (di jalan Allah) yang ia kirim melalu sms bernada,
meyyiaristha.blogspot.com
           “Bismillah, sabar itu ilmu tingkat tinggi, belajarnya tiap hari, latihannya setiap saat, ujiannya mendadak, sekolahnya seumur hidup, dan hadiahnya kebahagiaan.. mari bersabar dalam kondisi apa pun...”
            Masya Allah, semoga beliau selalu dalam rahmat Allah. Benar kawan, sabar itu ilmu tingkat tinggi. Kita belajar kesabaran itu tiap hari. Mungkin kita pernah digosipi, dibenci, dicaci, dihina, dimaki, dipukuli, diputuskan (untuk hal ini, penulis ucapkan alhamdulillah kalau pacarannya tidak secara Islami), diduakan, dan berbagai permasalahan negatif lainnya. Namun, dengan permasalahan itu semua menuntut untuk kita belajar bersabar dan perlahan menjadi dewasa. Belajarnya benar-benar tiap hari karena masalah itu tiap hari—insya Allah—datang mengecup kita, membelai, hingga menerabas masuk dengan paksa ke dalam hati membuat rasa yang tak pasti (baca: was-was). Hingga sampai napas berada di ujung tenggorokan, mungkin saat itulah kita tamat dari sekolah kesabaran hingga meraih titel kebahagiaan, insya Allah.
            Allah berfirman dalam salah satu ayatnya yang berbunyi, “Mohonlah pertolongan (kpd Allah) dengan  sabar dan salat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.” 2:153, kemudian di dua ayat berikutnya kita temukan “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar....” dan banyak lagi ayat-ayat tentag kesabaran dalam Alquran yang lebih dari empat puluh ayat, wallahu a’alam... (saya tahu, karena saya lihat indeks Alquran tentang ayat kesabaran)...

***
            Hujan deras, di kampus. Dedaunan basah dan berjatuhan karena angin. Sekali lagi, manusia tiada yang bisa menebak cuaca dengan pasti. Kemarin cerah, sekarang hujan. Entah bagaimana nanti.
            Di bagian akhir ini, penulis mengajak kepada membaca untuk sama-sama belajar bersabar, walau pun dan bagaimana pun situasi yang kita hadapi. Kesabaran ada pada awal permasalahan, bukan ketika kita telah lelah merontah, berteriak tak karuan, dan mengeluh kepada setiap orang (pakai facebook pula) dan setelah itu berkata “Baiklah, saya akan bersabar!!!”.
            Benar hal ini susah, penulis pun merasakannya. Namun, tak ada kata tak mungkin selama kita mau berusaha. Berusaha untuk bersabar. Boleh jadi, masih banyak yang lebih buruk keadaannya daripada kita. Taruhlah, kiriman kita tak berbalas namun badan kita masih sehat sehingga bisa digunakan untuk bekerja sampingan. Sementara di sisi lain, ternyata ada mahasiswa yang kurang beruntung mengalami sakit mag akut karena sudah enam bulan tidak dikirimkan uang. Contoh lainnya, badan kita begitu sehat namun kita sering mengeluhkan berbagai macam hal. Sementara masih ada orang yang pincang kakinya, patah tangannya, hilang matanya, menderita penyakit kanker kronis, menderita tumor ganas di seluruh tubuhnya, dan mungkin telah ada yang mati. Kawan, rumput tetangga tak selamanya lebih hijau dari rumput di halaman sendiri. Mengapa kita selalu melihat ke atas sedangkan kita lupa untuk sesekali menengok ke bawah.
            "Perkara orang mukmin mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya." (HR. Muslim).
            Manshabara zhafira, sebuah pepatah dari Arab yang berarti siapa yang bersabar akan beruntung.
            Untuk tulisan ini, sebaiknya kucukupkan sekian. Kalaulah ada manfaatnya, silakan pembaca ambil dan mengimplementasikannya dalam hidup serba unpredictible ini. kalau tidak ada yang bisa dipetik, penulis mengucapkan maaf karena penulis hanya pemula dalam dunia aksara dan hikmah, hanya mencoba untuk saling berbagi.
            Selawat dan taslim kepada Rasulullah saw, keluarga, dan sahabatnya serta orang-orang yang menyertainya. Semoga kita dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cinta dan saya mencintai Rasulullasah saw dan apa-apa yang dicintai beliau. Wallahu a’lam.
Cat.: Uang yang saya miliki sekarang sekitar 5.500 rupiah, tadi bayar hutang kepada seseorang tersebut dan masih ada hutang 20.000 hutang sepuluh ribu yang baru datang karana lusa organisasi yang saya geluti mengadakan musyker. Tampaknya, saya akan pikirkan saran dari pembaca yang mungkin tawarkan, yaitu “PINJAM”, hehe...

18-19 April 2013
Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan sejumlah keluhan!

Tuesday, April 16, 2013

Belajar Menikmati Hidup dan Tidak Gila Urusan!


Bismillaah...
www.multiply.com
            Ada banyak cara bagi seseorang untuk melampiaskan kekesalan dan keresahan hatinya. Ada cara yang positif, namun ada pula cara yang negatif. Cara negatif sama-sama kita ketahui  seperti mengumpat, mencelah, berkelahi, dan sebagainya. Sedangkan cara yang positif ialah menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang ia sukai serta bermanfaat bagi seperti menulis kekesalannya lewat sebuah tulisan, banyak mendengarkan murottal (bacaan Alquran dengan irama sedang), membaca, berolahraga, dan berbagai macam cara lainnya. Dan apa yang sedang pembaca nikmati ini adalah bentuk sebuah kekesalan dan keresahan dalam sebuah tulisan.
            Cuaca memang tiada yang bisa menebak kecuali Yang Maha Penciptanya sendiri kemudian malaikat yang Ia perintahkan untuk membagikan rezeki hujan tersebut ke bumi cinta-Nya. Dua hari yang lalu, kita saksikan sendiri bahwa Jazirah Makassar sedang hangat-hangatnya dalam pelukan mentari. Namun, kemarin dan pagi ini, mentari bersembunyi entah ke mana. Awan menggumpal datang dan menurunkan butiran-butiran air yang lembut. Membasahi bumi dengan kasih dan sayang hingga tetumbuhan pun kembali bersememangat untuk melakukan dinamisme hidup.
            Pagi dan mendung. Sebuah perpaduan indah yang biasanya menghasilkan kemalasan bagi sebagian orang hingga lebih memilih berada di balik selimutnya dari pada mencari aktivitas lain, apatah lagi kalau memang hari itu sedang libur dari berbagai aktivitas duniawi seperti kuliah, sekolah, dan bekerja. Namun, mungkin bagi sebagian orang menyatakan kesyukurannya karena telah lama menunggu cuaca dan suasana yang demikian hingga memberikan aura positif bagi dirinya untuk berbuat dan melakukan sesuatu. Benar-benar, kita harus memahami seseorang dan tidak memaksakan kehendak diri pribadi untuk menyukai hal yang kita sukai.
            Setidaknya, kita perlu belajar. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa tidaklah beriman seseorang sampai mencintai sesuatu yang yang juga dicintai saudaranya. Sebuah perkataan indah dari pemilik Jawami’ Al-qalim (sedikit kata padat makna), Rasulullah saw.
            Tahukah kita pembaca, mungkin kita pernah menegur seseorang yang sebenarnya teguran kita itu lebih pantas untuk diri kita sendiri—Penulis pernah melakukan hal yang demikian entah berapa kali. Kita dengan sedemikian pongahnya memberikan keritikan kepada orang lain dengan perkataan yang kasar hingga benar-benar bemaksud menjatuhkan dan menyakiti hati saudara kita. Kita begitu tega dan tak mau pusing dengan peluruh-peluruh yang terlontar dari mulut ini, peluruh-peluruh yang hakikatnya akan kembali menembuh raga kita di hari akhir nanti. Pernah kita sadar apa akibatnya nanti sebelum melepaskan hardikan, cacian, dan celaan tersebut. Kita merasa bahwa ini adalah nasehat namun kita tuliskan atau bahkan kita katakan dengan perkataan-perkataan kasar. Kira-kira apa tanggapan dari orang yang kita “nasehati” tersebut? Bagaimana jikalau posisi kita di balik, kita yang di“nasehati” dengan perkataan kasar tersebut, apa yang kira rasakan dan lakukan?
       Atau bahkan lebih parahnya lagi, kita mungkin  telah berembuk dengan teman-teman kita memperbincangkan sesuatu yang tentang kekeliruan yang dilakukan oleh saudara kita tanpa menyembunyikan identitas saudara kita itu ketika meminta sebuah pendapat untuk menasehatinya. Paham maksud saya wahai pembaca? Pernahkah kita melakukannya? Padahal kita boleh jadi tidak tahu bahwa hal itu akan menyakiti saudara kita. Dan tahukah pembaca bahwa hal itu adalah gibah?
            “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat; 12)
            Kita mungkin dengan bangganya berkata bahwa apa yang kita perbincangkan (bahasa kasarnya gosipkan) itu adalah kebenaran tanpa memedulikan apakah saudara yang menjadi objek diskusi kita sakit hatinya atau tidak. Namun tahukan kita bahwa itulah sejatinya gibah. Karena dalam sebuah riwayat dari Tirmidzi dikatakan bahwa:
             “Abu Hurairah berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah gibah itu?" beliau menjawab: "Kamu menyebutkan tentang temanmu dengan sesuatu yang ia benci." Ia bertanya lagi, "Bagaimana sekiranya apa yang kukatakan memang benar?" Beliau menjawab: "Jika memang apa yang kamu katakan itu benar, maka sungguh kamu telah menggibahnya, namun jika apa yang kamu katakan itu tidak benar, maka sungguh kamu telah berdusta." Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bazrah, Ibnu Umar dan Abdullah bin Amr. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.”
            Anggaplah kita di posisi yang dibicarakan dan diceritakan kekeliruannya, bagaimana perasaan kita? Ketika hal tersebut diklarifikasikan kita menjelaskan tentang “kekeliruan” tersebut namun orang yang memgibahi kita tidak mau mengaku namun bersembunyi di balik alasan-alasan dengan bumbuh-bumbuh kebohongan yang telah jelas di mata kita. Ataukah kita orang yang mengelak tersebut? Sering kali kita lupa mencubit diri sendiri sebelum mencubit orang lain. Kita lupa rasanya bagaimana cubitan keras itu lalu kita dengan pongahnya mencubit orang lain dengan begitu kerasnya. Benarlah sebuah pepatah bahwa mulutmu harimaumu. Jagalah mulutmu, jangan sampai ia menelanmu mentah-mentah.
            Wahai pembaca yang budiman, apa yang kita lakukan ketika kita dinasehati oleh orang sebenarnya butuh nasehat bagi dirinya sendiri. Anggaplah, kita disuruh puasa untuk menahan hawa nafsu syahwat namun orang yang mengatakannya memiliki pacar dan senantiasa saling mengumbar aurat dan cinta yang sejatinya dilakukan setelah pernikahan? Ataukah kita disuruh salat oleh orang yang tidak melakukan salat? Paradoks memang! Namun, dalam sebuah pepatah dikatan bahwa jangan lihat dari siapa nasehat itu disampaikan, namun lihat apa yang dinasehatkannya. Lalu bagaimana kalau nasehatnya bernada kasar? Nah, ini yang menjadi persoalan bagi setiap manusia tak terkecuali bagi penulis sendiri untuk selalu menyampaikan kebaikan dengan lembut serta berdakwah dengan hikmah. Tentu saja sebagian besar orang akan marah dan menolak mentah-mentah apabila nasehat-nasehat tersebut dengan bahasa yang kasar, apatah lagi kalaulah yang menyampaikan perkataannya seharusnya kembali kepada dirinya sendiri.
            Kita juga perlu belajar memahami bahwa mungkin saja ada urusan-urusan saudara kita yang tidak mau didiskusikan atau ditanyakan namun kita karena saking gila urusannya mencampuri hal-hal tersebut. Padahal, kita sendiri masih punya segudang permasalahan yang mesti dicarikan solusi dan sibuk di dalamnya. Kita terlalu menganggap hal-hal yang remeh-temeh hingga membuat kita pusing sendiri dan mendapatkan akibatnya sendiri. Bagaimana kalau kita biarkan saja masalah remeh-temeh tersebut, karena sejatinya kita memiliki masalah-masalah yang lebih besar yang perlu untuk kita pecahkan. Bukankah itu adalah salah satu seni menikmati hidup ini. Untuk yang satu ini, penulis kutip dari buku “Enjoy Your Life” karya Dr. Al-A’rifi cetakan Qistipress. Penulis sarankan, pembaca yang budiman membaca buku ini untuk bersama-sama belajar menikmati hidup.
            Setidaknya, kita terus belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang berani dan mau berubah menuju arah yang lebih baik. Pribadi-pribadi yang lembut dan baik tutur kata dan perbuatannya. Sejatihnya memang kita membutuhkan nasehat karena memang agama itu adalah nasehat. Nasehat yang indah dan meresap lembut di dalam hati. Andai pun nasehat itu kasar, setidaknya nasehat itu berupa kebaikan, maka kita beranggapan saja bahwa yang menasehati itu belum tahu adab menasehati dan mengelus dada ini untuk menerima nasehatnya sambil suatu saat juga kembali menasehatinya untuk memperbaiki kesalahannya. Tentu dengan adab, cara, dan suasana yang lebih baik.
            Bukan pula menasehati orang yang sejatinya tidaklah  melakukan kesalahalan (namun karena kita juga agak suka ikut campur dalam urusan orang lain, terjadilah apa yang terjadi) dan membiarkan serta berlepas diri dari kesalahan-kesalahan yang jelas di kacamata syariat yang dilakukan oleh teman-teman kita yang lain.  Hidup ini terlalu singkat kalaulah kita hanya berkutat pada permasalah kecil dan remeh-temeh.
            Saya pikir, mungkin cukup untuk tulisan ini. Tidak ada kata terlambat untuk belajar menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca!
            Selawat dan taslim untuk Rasul saw., keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang senantiasa menapak tilasi jalannya hingga akhir kelak.

16 April 2013
Komplek Hartako Indah setelah kerja bakti. Untuk diri dan yang membutuhkan.

Sunday, April 14, 2013

Namanya... Aminah!

Bismillah,

05.04, Masjib Babul Muttaqien.
            Bumi Daeng Tata sedang bersahabat dengan mentari dan awan-gemawan. Tiada hujan hari ini! walau saya tahu, banyak pecinta hujan dan merasa tenang ketika hujan sedang turun. Namun, hari ini semua tampak begitu indah. Lalu lintas depan masjid tenang dan tidak macet seperti biasanya, serta dedaunan yang menguning jatuh berguguran. Alhamdulillah, semoga dedaunan tidak membenci angin, karena sesungguhnya saya tidak tahu, apakah daun yang jatuh membenci angin, atau—seperti kata tere—daun yang jatuh itu tidak membenci angin. Yang jelas, daun itu telah kusapu tadi dan kubuang pada tempatnya.
www.gen22.net
            Baik. Semua orang berada dalam kesibukan dan sungguh celaka orang yang tidak dalam kesibukan. Kita, sama—Alhamdulillah— diberi waktu 24 jam. Namun, samakah kita dalam menggunakan waktu tersebut? Tentu berbeda wahai pembaca. Ada yang sibuk belajar, membaca, mengerjakan setiap soal untuk ujian CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) atau OSN (Olimpiade SAINS Nasional), menulis, olahraga, dan sebagainya (dan ini adalah hal yang positif tentunya). Namun, ada pula yang sibuk menghabiskan waktunya dengan kegiatan yang kurang bermanfaat, sia-sia, bahkan membawa membawa mudarat.  Kadang kita mendengar ada kawan berkata bahwa waktunya kurang cukup untuk segala hal. Kadang ada yang berkata, waktunya cukup untuk melakukan berbagai hal. Namun, kadang pula kita mendengar kawan kita berkata, “Apa yang hendak saya kerjakan sekarang yah?” Nah, mana pertanyaan yang sering kita lontarkan...?
            Benarlah, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari bahwa ada dua nikmat yang kebanyakan manusia merugi pada keduanya, yaitu sehat dan waktu luang. Sering kali kita terlena dengan waktu—tanpa terkecuali juga penulis. Kalaulah kita saking sibuknya dalam suatu hari atau suatu pekan, maka kita berkata “Kalau libur datang, saya akan mengerjakan ini dan itu.”. Namun, pada saat libur, ternyata ucapan kita hanya penghias udara saja dan lupa akan janji-janji kita—untuk ke depannya, semoga kita dijauhkan dari hal itu. Kalau kita mau merinci setiap masalah dan rencana, maka yakinlah wahai pembaca yang budiman, waktu itu tidak cukup untuk mengerjakan itu semua.
            Nah, pembaca, itu sedikit prolog dalam tulisan ini karena kita memang harus saling mengingatkan tentang kebaikan, bukan? Terus bagaimana dengan judul tulisan ini? Baik, sebenarnya judul tulisan di atas dalamnya bukan main—setidaknya bagi penulis. “Aminah”, ah kata yang begitu sedap menjalar masuk ke lubang-lubang telinga orang (mungkin). Wahai pembaca, adakah kawan bernama Aminah? Mungkin pembaca bertanya-tanya, apa hubungan saya dengan si “Aminah” ini? Atau ada juga yang langsung menebak bahwa itu adalah calon istri saya yang mungkin pernah saya gemabar-gemborkan? Entahlah, Allah kemudian engkau sendiri yang tahu tentang hal itu.
            BUKAN!! Jawabannya bukan wahai pembaca. Saya hanya terngiang dengan pesan senior saya waktu Upgrading kemarin tentang si “Aminah” tersebut. Tahu apa yang ia katakan? Ia berkata, “Ikhwa sekalian, jangan sampai kita sibuk mengejar Aminah daripada menjalankan amanah!” Tahukah pembaca apa makna dari perkataan senior saya itu?
            Walaulah saya bukan ahli tafsir, namun menurut saya maknanya ialah jangan sampai kita sibuk mengejar dan mempersiapkan diri untuk seorang perempuan (juga laki-laki) namun kita lalai dalam menjalankan amanah dakwah. Dakwah? Yah, dakwah berupa ajakan kepada kebaikan. Bukan hanya mengajak salat dan puasa saja, namun perkataan yang baik kepada keluarga dan teman itu juga merupakan dakwah—semoga kita tidak elergi dalam mendengarkan dan menuliskannya.
            Saya? Kapan menikah? Menikah dengan Aminah, bukan sih? Haha, beberapa pekan ini, di kelas saya sedang heboh gosip kapan saya menikah, di mana, dan siapa calonnya... saya katakan insya Allah tentu saya mau menikah—dan siapa pula orang gila di dunia ini yang tidak menginginkan pernikahan, bukan?. Mungkin ini gara-gara status di Facebook yang sering saya posting berkaitan dengan calon istri ideal dan indahnya pernikahan. Bahkan, teman-teman kelas sudah ada yang mau daftar jadi pagar ayu-nya—untung bukan pagar betis, haha. Dengan lucunya lagi, mau buat baju seragam untuk datang ke pesta pernikahan, hehe... Alhamdulillah, saya ucapkan syukran wajazakumullahu khairan kepada teman-teman sekelas saya yang memberikan perhatian kepada ketua tingkatnya yang menjengkelkan ini.
            Walaupun demikian, pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan. Perlu perencanaan yang matang. Kalaulah dalam mengajar nanti kita butuh untuk mempelajari mata kuliah perencanaan pembelajaran, maka dalam pernikahan pun membutuhkan perencanaan yang matang hingga benar-benar indah pada waktu dan tempatnya. Bukan hanya semudah mengatakan “Insya Allah, saya akan menikah bulan Mei...!”. Mungkin ada yang bertanya, “Jadi, keputusannya apa?” hehe... saya serahkan kepada Allah.
            Soal target saya kapan menikah, itu masih sekitar 5 tahun ke depan, setelah beberapa mimpi dan cita telah saya gapai. Namun, kalaulah Allah menghendaki saya menikah di bulan Mei, hei siapa yang bisa menolak wahai pembaca?? Bung Ringgo kan bilang mei be yes, mei be no? Saya, sangat berkeingin untuk menikah, untuk merasakan yang namanya pacaran—maklumlah, wong seumur hidup tidak pernah pacaran. Apa lagi di zaman fitnah (baca cobaan, ujian, pen.) ini yang luar biasa besarnya. Pesona Cleopatra sudah terkalahkan. Begitu banyak cleopatra-cleopatra baru yang muncul dengan pesona-pesona auratnya yang setiap mata lelaki takluk penuh nafsu. Ini yang membuat saya ingin menikah sesegera mungkin, untuk menjaga mata, hati, dan syahwat ini serta menyalurkan pada tempat yang benar. Entahlah, yang jelas, insya Allah target saya lima tahun ke depan, jadi masih terbuka lebar kesempatan bagi akhwat mana saja yang sesuai kriteri saya yaitu: menyejukkan hati dan wajahnya, saleh, nurut sama suami, dan pintar memasak. Diutamakan yang hafidz 30 juz, pintar bahasa Inggris, pintar bahasa Arab, dan pintar menyenangkan suami, untuk mendaftarkan diri—Adduh mungkin ada di surga kali yah... hahaha.
            Mungkin, tulisan yang sederhana dan singkat ini kuusaikan saja duluh wahai pembaca. Semoga tidak ada yang kecewa mengenai keputusan ini. Kalaulah ada hikmahnya, petik dan hidangkan dalam hangatnya kehidupan. Kalaulah banyak salah, toh penulis ini juga manusia dan di sekelilingnya ada berjubel setan yang selalu hendak menjerumuskan saya. Semoga kita dipertemukan olehnya di telaga kautsar nanti, meneguk air bersama Rasul saw. hingga tak pernah lagi merasakan kehausan. Salam dan selawat kepada Muhammad, semoga kita benar-benar menatap dan bercengkrama dengan beliau di akhir kelak. Syukran.

14 April 2013
Ditulis dalamrangka mengklarifikasi kasus pernikahan saya yang beredar, hehe