Ads 468x60px

Tuesday, November 20, 2012

ANALISIS KARAKTERISTIK PUISI LIMA PENYAIR (Chairil Anwar, W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Amir Hamzah, dan Murdani Tulqadri)


Tengku Amir Hamza Pangeran Indera Putera atau dikenal dengan Amir Hamzah adalah penyair dari pujangga baru. Puisi-puisi Amir Hamza menggambarkan kerinduan, kesedihan, dan kesepian terhadap kekasihnya. Puisi-pusinya juga menggambarkan bahwa ia begitu bergantung dengan Tuhannya. Beberapa puisi-puisi Amir Hamzah yang memiliki kemiripan ialah “Berdiri Aku”, “Padamu Jua”, “Hanya Satu”, “Permainanmu”, dan “Doa”. Semua puisi-pusi tersebut menggambarkan bahwa si penyair begitu rindu akan kekasihnya dan selalu menyebut-nyebut kata “kekasih” dalam puisi-puisi tersebut. Kekasih yang dimaksud Amir Hamzah ialah Tuhannya sendiri. Ialah penyejuk hatinya, penentram jiwanya. Kepadanyalah ia bergantung dan mencurahkan rasa. Tentu saja, puisi-puisi itu dibuat berdasarkan pengalaman batin maupun jasmani dari Amir Hamzah sendiri.

Penyair yang lahir tanggal 25 Juni 1935 ini bernama lengkap Taufiq Ismail. Ia adalah penyair dari angkatan ‘66. Puisi-puisi Amir Hamzah berisi tentang kehidupan kenegaraan, tentang perang kemerdekaan masa lalu, kritik terhadap negara, realita bangsa, dan segala sesuatu berbau hiruk piku-duka Indonesia. Kesamaan Isi puisi Taufiq Ismail ialah menceritakan realita kacaunya kenegaraan Indonesia. Hal itu tercermin dalam karya-karyanya yang berjudul “Buku Tamu Musium Perjuangan”, “Pengoemoeman Repoeblik”, “Dari Catatan Seorang Demonstran”, “Jawaban dari Pos Terdepan”, “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami masuk Msa Penjajahan Baru, Kata Si Toni”, “Yang Selalu Terapung di Atas Gelombong”. Puisi-puisi tersebut menggambarkan curhatan Taufiq Ismail tentang suasan kemederkaan Indonesia yang jauh dari kemerdekaan Indonesia. Puisi-puisi tersebut mungkin tercipta dari kekesalan-kekesalan hati Taufiq Ismail kehidupan Indonesia hingga mengejawantahkannya dengan karya sastra berbentuk puisi berisi kritikan.

Penyair lulusan American Academy of Dramatical Art ini bernama lengkap Willibrordus Surendra Bawana Rendra, namun dikenal oleh pecintanya dengan nama W.S. Rendra.  Ia merupakan bagian dari penyair angkatan ‘53 dan bergelar “Burung Merak”. Kesamaan dalam puisi-puisinya ialah berisikan protes, sindirian, dan kritikan baik terhadap pemerintah, dan segala kekacauan dalam hidup berbangsa. Hal itu tertuang dalam puisi-puisinya yang berjudul “Sajak Kenalan Lamamu”, “Sajak Mata-Mata” “Sajak Pertemuan Mahasiswa”, “Sajak Pulau Bali”, “Sajak S L A”, “Sajak Sebatang Lisong”, dan “sajak Sebotol Bir”. Puisi-puisi tersebut tak jarang bernada kasar dan menggunakan kata-kata yang “tabu” di dalam pandangan masyarakat Indonesia yang inti puisinya bernada penyesalan, protes, kritik, dan sindiran. Tentu hal itu wajar saja karena W.S. rendra hidup dari zaman kemerdekaan hingga zaman reformasi yang begitu penuh penderitaan.

 Siapa yang tak kenal pemuda Minangkabau satu ini. Dia bernama Chairil Anwar, “Binatang Jalang” dari Medan. Puisi-pusi pelopor angkatan ’45 ini memiliki kesamaan yaitu memiliki makna tentang sebagaian besar pengalaman hidup Chairil Anwar. Benar, dalam puisinya seringkali menggunakan penulisan “Aku”. Puisi-puisi tersebut di antaranya,”Aku”, “Penerimaan”,”Doa”, “Senja di Pelabuhan Kecil”, “Cinta Aku Jauh ke Pulau”, dan “Derai-Derai Cemara”. Bahasa yang digunakan dalam puisi-puisinya tersebut berisi bahasa yang lugas walau juga menggunakan kiasan-kiasan yang tajam. Kesamaan puisi-puisi tersebut terjadi karena Sang Penyair memiliki pengalaman hidup dan batin yang begitu kaya. Makna-makna puisinya penuh dengan penharapan, mimpi, keinginan hati, dan kesedihan.

Penyair kelahiran Parepare satu ini bernama Murdani Tulqadri. Dia ialah mahasiswa bersahaja tahun ketiga di Universitas Negeri Makassar dengan memilih Jurusan Bahasa dan Satra Indonesia. Puisi-puisi yang dia terbitkan di www.pojokpakdani.blogspot.com menceritakan tentang kehidupannya. Sedih, senang, duka, larah, dan bahagia ia ungkapkan dengan gaya bahasa orang pertama “Aku”dalam puisi-puisinya. Ia juga selalu memasukkan kata “hati” dalam puisi-puisnya, baik diungkapkan secara langsung atau pun melalui metamorfosa hingga tersurat dalam diksi-diksinya. Puisi-puisi tersebut di antaranya, “Anjangsana”, “Hujan Turun Lagi”. “Cinta Zakiah”, “Bukan Keluh”, “Di Kala Pagiku” dan “Keluh Kesah Amarah Hariku”. Puisi-puisi itu tercipta melalui pengalaman batin dari sang penyair yang merupakan inspirasi-inspirasi dari lingkungan dan manusia yang berada di sekelilingnya. Bahasa yang dipergunakan dalam puisi-puisinya cukup sederhana walau terkadang terdapat kata kiasan di beberapa baris dan bait dalam pusi-puisinya.

Sumber Referensi:
http://siboccahfelix.wordpress.com/kumpulan-puisi-puisi-chairil-anwar-dlegend/
http://budhisetyawan.wordpress.com/2007/11/21/sebuah-puisi-karya-chairil-anwar/
http://andixjelek.blogspot.com/2009/04/chairil-dan-bahasa-individualistis.html
http://indonesiabuku.com/?p=1131
http://adisastrajaya.blogspot.com/2012/06/makalah-analisis-citraan-dalam-puisi-ws.html
http://zhuldyn.wordpress.com/2011/04/11/kumpulan-puisi-karya-w-s-rendra/


Friday, November 16, 2012

KPK: KAMI PERCAYA KALIAN !!!


sumber: kompas.com
     Sudah sejak lama, rakyat Indonesia begitu rindu dan membutuhkan sebuah lembaga yang benar-benar independen, bebas dari tekanan pemerintah untuk memberantas korupsi yang telah menjalani tingkat kronis di Indonesia, negeri tercinta. Lembaga yang digadang-gadang akan menjadi pahlawan untuk rakyat yang digerogoti hartanya. Dan Alhamdulillah, tahun 2003 menjadi hari bersejarah bagi dunia koruptor Indonesia. Sebuah lembaga bernama Komisi Pemeberantasan Korupsi lahir berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaga berdikari ini lebih lebih garang terdengar di mata mangsanya dengan nama KPK singakatan dari Komisi Pemeberantasan Korupsi. Memang dahulu beberapa kali dibentuk beberapa lembaga untuk memberantas korupsi, namun semuanya seakan ditelan zaman dengan berbagai konspirasi di dalamnnya.
    Sudah sekitar Sembilan tahun lembaga ini eksis kokoh berdiri menjalani tugas utamanya yaitu tanpa tebang pilih mengadili penjahat-penjahat korupsi. Berbagai badai hitam menerpa lembaga ini hingga mengakibatkan beberapa kali menghadapi pergantian pimpinan. Setidaknya, sudah lima ketua yang menjabat di lembaga superpower ini yaitu dimulai dari Taufiecurachman  Ruki (2003-2007) sebagai ketua pertama; Antasari Azhar (2007-2009); Tumpak Hatorangan Panggabean naik sebagai pelaksana tugas sementara (2009-2010) sebagai pengganti Antasari Azhar yang tersandung kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen; Busyro Muqoddas (2010-2011); hingga ketua sekarang bernama Abraham Samad (2011-2015).
   Sepak terjang KPK pun tak tanggung-tanggung, begitu banyak kasus korupsi dikuak dan diungkap hinggap pelaku-pelakunya dijebloskan ke rumah prodeo. Dari tahun 2004 hingga tahun 2011 sudah 285 kasus korupsi yang ditangani (sumber: kpk.go.id). Jumlah itu pun belum termasuk penanganan korupsi tahun ini. Hal ini tentu begitu membuat hati rakyat Indonesia bisa sedikit tenang akibat badai korupsi yang tak henti-hentinya menerjang dan mengikis integritas bangsa Indonesia.
    285 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK itu, melibatkan tersangka dari kalangan anggota DPR dan DPRD, menteri/kepala lembaga, duta besar, komisioner/dosen, gubernur, wali kota/bupati dan wakilnya, pejabat eselon I, II dan III, hakim, jaksa, dan swasta, serta profesi lainnya. Kasus terbanyak melibatkan pejabat eselon I, II dan III sebanyak 91 perkara, disusul sektor swasta sebanyak 55 perkara, dan anggota DPR/DPRD yang mencapai 48 perkara, serta sektor lainnya sebanyak 31 perkara. Kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan wali kota/bupati dan wakilnya sebanyak 29 perkara, gubernur delapan perkara, komisioner/dosen tujuh perkara, menteri/kepala lembaga enam perkara, duta besar empat perkara, hakim empat perkara, dan jaksa dua perkara.
     Hal ini tentu tak terlepas dari kontribusi rakyat Indonesia yang turut membantu pemberantasan korupsi. Data nasional menyebutkan bahas sebanyak 51.592 pengaduan tindak pidana korupsi terjadi di Indonesia. Beranjak dari pengaduan-pengadua tersebut, KPK kemudian beraksi dan menyelidiki satu-satu persatu kasus hingga terkuak sampai ke akar-akarnya.
    Refleksi dari sepak terjang KPK tersebut tentu membuat wajah Indonesia dihiasi senyuman. Total kerugian negara yang berhasil diselamatkan KPK tahun 2011, mencapai Rp 134,7 miliar, yang berasal dari penanganan perkara tindak pidana korupsi, uang pengganti, uang rampasan, uang sitaan, penjualan hasil lelang tindak pidana korupsi dan ongkos perkara.

Hantaman Badai ke KPK
   Karier KPK sebagai pahlawan pemberantasan korupsi tidak bisa dikatakan mulus dan berjalan lancar. Banyak konspirasi-konspirasi yang dilakukan oleh oknum-oknum yang terusik dengan aksi heroik KPK. Para koruptor bersama dengan beberapa politisi bermasalah berupaya melemahkan dan bahkan membubarkan KPK dengan menggunakan berbagai cara. Mulai dari membangun wacana publik untuk membubarkan KPK, mengajukan pembatalan UU KPK melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi, melakukan kriminalisasi atau fitnah kepada pimpinan KPK, memangkas kewenangan KPK melalui proses penyusunan regulasi, hingga membajak proses seleksi calon pimpinan KPK.
     Hasilnya, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah dituding menerima suap oleh Anggodo Widjojo- adik Anggora Widjojo dari tersangka kasus korupsi SKRT Kementrian Kehutanan. Atas laporan ini, pihak kepolisian lalu memeriksa,  menetapkan sebagai tersangka dan menahan Bibit dan Chandra meskipun akhirnya dilepaskan karena tekanan publik melalui gerakan “Cicak melawan Buaya”. Selain itu, Antazari Azhar menjadi terdakwah dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang begitu rumit hingga harus menjalani 18 tahun masa tahanan.
   Selain itu, wacana pembubaran KPK juga sempat mengudara di bumi Indonesia. Wacana ini dihembuskan oleh Politikus di Senayan justru ketika KPK sedang giat memberantas korupsi yang terjadi di DPR. Dalam kurun waktu 2008-2011, ICW mencatat sedikitnya 4 politisi yang mengeluarkan pernyataan pembubaran yaitu Ahmad Fauzi (anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat), Aboe Bakar  (anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS), Marzuki Alie (Ketua DPR dari Fraksi Demokrat) dan Fahri Hamzah (anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS). Sikap politikus Senayan soal pembubaran KPK adalah pernyataan kontroversial dan tidak layak diucapkan oleh anggota DPR yang dinilai mewakili kepentingan rakyat. Pernyataan ini justru dapat dinilai sebagai dukungan (Pro) terhadap para koruptor yang menginginkan KPK dilemahkan atau dibubarkan. Pernyataan ini juga berseberangan dengan kehendak publik yang ingin KPK dipertahankan.
   Selain konspirasi-konspirasi di atas, masih banyak sekumpulan badai yang hendak melemahkan kinerja KPK, bahkan membubarkan KPK itu sendiri. Namun sampai saat ini, KPK masih tetap bertahan sebagai lembaga yang siap memberantas korupsi di 33 provinsi Indonesia

KPK Berbenah
     Tidak ada yang sempurnah. Mungkin, kalimat itu juga patut disandarkan di kubu KPK sebagai pembelah rakyat Indonesia. Tak menutup mata bahwa KPK juga memiliki setumpuk kekurangan yang harus dibenahi.
    Kekurangan-kekurangan yang tercatat di ICW tersebut di antaranya: KPK masih dianggap tebang pilih dalam penanganan perkara; Kedua, beberapa kasus korupsi yang ditangani dan dilimpahkan KPK ke pengadilan tipikor dianggap belum memberikan efek jera dimana rata-rata vonis pada terpidana korupsi yang ditangani KPK kurang lebih 4 tahun; Ketiga, banyak kasus yang belum dikelarkan oleh KPK. Sebutlah di antaranya kasus Bank Century; dugaan gratifikasi atau suap yang melibatkan perwira tinggi Polri yang lebih dikenal dengan kasus 'rekening gendut Perwira Tinggi Polisi'; kasus suap Deputi Senior Gubernur BI, Miranda Gultom, dan berbagai kasus lainnya.
    Selain itu, isu pelanggaran kode etik pun juga perlu dibenahi baik yang diduga pegawai KPK maupun pimpinan KPK. Dugaan pelanggaran kode etik tersebut misalnya pemberian fasilitas istimewa kepada terperiksan KPK , mantan Jamintel Kejagung, Wisnu Subroto; pertemuan Antazhari Azhar dengan Anggoro Widjojo, dan lain sebagainya. Stigma-stigma negatif tersebut haruslah dibenahi sesegera mungkin agar kinerja KPK lebih mumpuni dan lebih garang.
     Sehubungan dengan itu, penting untuk memperkuat pengawasan internal dalam kubu KPK dengan cara menguatkan moral, etika, akhlak, dan nilai antikorupsi. KPK juga harus memperkuat sistem transparansi internalnya untuk meningkatkan kepercayaan publik. Lebih lanjut KPK juga harus menjaga dan lebih memperkuat Kode Etik Pegawai dan Pimpinan KPK. Terakhir, setidaknya KPK juga mesti belajar dari yang telah berhasil seperti lembaga pemberantasan korupsi Singapura, Malaysia, Korea, dan negara lainnya.

KPK Dukungan Rakyat Indonesia
    Sebagai lembaga yang berdiri untuk kepentingan rakyat, maka KPK juga membutuhkan sokongan berupa dukungan penuh dari rakyat. Kepercayaan rakyat yang diberikan untuk KPK begitu sangat membantu hingga setiap lini dalam kubu KPK memiliki semangat dalam menjalankan tugas masing-masing. Kepada KPK-lah disandarkan tugas untuk memberantas korupsi yang telah sekian lama mengakar dalam darah daging negeri Indonesia. Maka dari itu kepercayaan rakyat pun menjadi obat pilu gempuran badai dari oknum-oknum yang tak sudi melihat kiprah positif lembaga ini.
    Terlepas dari itu semua, semoga kita—semua rakyat Indonesia—berdoa agar KPK diberikan kekuatan dalam menjalankan amanah yang telah diikatkan dipundak para punggawanya, utamanya agar Indonesia benar-benar bebas dari cengkraman korupsi. Semoga KPK tetap eksis dalam ke-idealannya sebagai lembaga independen dan mandiri tanpa tekan dari yang tinggi dalam memberantas korupsi. Semoga KPK tanpa tebang pilih menjalankan amanah dan menyapu rata para penjahat-penjahat pemeras harta rakyat. Jangan takut KPK, kami berada dibelakangmu. Karena KPK, Kami Percaya Kalian wahai Komisi PEmberantas Korupsi. Teruslah berkarya dan jangan sia-siakan kepercayaan kami.

Thursday, November 8, 2012

Tugas Analisis Puisi, Biografi Sutardji, dan Tugas Puisi Pekanan


MALU, RASA, DAN NYAWA

suka, suka, suka
suka, suka, dan suka
su-ka, su-ka, su-ka
su-ka, su-ka, ka-gum
ka-gum, kagum, kagum
kagum, kagum, dan kagum
ka-gum, ka-gum, ka-gum
ka-gum, ka-gum, ka-yang
sa-yang, sayang, sayang
sayang, sayang, dan sayang
sa-yang, sa-yang, sa-yang
sa-yang, sa-yang, sa-ta
cin-ta, cinta, cinta
cinta, cinta, dan cinta
cin-ta, cin-ta, cin-ta
cin-ta, cin-ta, cin-gia
ba-ha-gia, bahagia, bahagia
bahagia, bahagia, dan bahagia
ba-ha-gia, ba-ha-gia, ba-ha-gia
ba-ha-gia, ba-ha-gia, ba-ha-gia
kala dan telah
semua menjadi maka dan bisa
hingga sangat biasa
dan akhirnya…
sakit
sakit, sakit
sakit, sakit, sakit
s
a
k
i
t
sakit, sakit, sakit
sakit, sakit
sakit
sa
ki
t
sa
ki
t
luka,      darah,   luka,      darah
luka        dan       darah
hingga meregang
nyawa
!
9 Oktober 2012
Teruna tak bestari


Analisis Penyimpangan Bahasa Puisi “Malu, Rasa, dan Nyawa”           

            Puisi berjudul “Malu, Rasa, dan Nyawa” di atas memiliki banyak penyimpangan. Penyimpangan yang paling mencolok ialah penyimpangan grafologis. Penulis seakan-akan lebih mementingkan bentuk tulisan daripada isinya. Sebenarnya makna dari bentuk puisi itu ialah sebuah tangan mengucurkan darah. Mengapa mengucurkan darah? Karena begitulah fenomena percintaan sekarang yang ingin disampaikan oleh penulis. Dari awalnya malu-malu, kemudian suka, lalu kagum, lalu sayang, dan bersemilah sebuah cinta. Hingga kedua orang yang sedang dalam ikatan cinta yang kebanyakan tidak halal merasakan bahagia bersifat sementara, hingga putuslah percintaan itu. Tak jarang, putusnya perncintaan selalu menimbulkan korban jiwa berupa bunuh diri, minimal sakit hati.
            Selain itu, ada pula penyimpangan sintaksis. Puisi tidak memiliki sama sekali subjek dan objek kecuali baris yang berbunyi “Semua menjadi maka dan bisa”. Hanya dominan diisi oleh predikat yang menerangkan, jauh dari kaidah pemakaian bahasa Indonesia menggunakan pola Diterangkan Menerangkan (DM) pada jajaran frasanya, begitu pula farasanya. Selain itu, banyak pelesapan kata dalam puisi ini. Tujuannya untuk memadatkan puisi dan membuatnya menjadi misterius serta memiliki makna yang begitu dalam. penulis mungkin terinspirasi dengan karya-karya Sutardji.
            Ada pula penyimpang semantik dalam puisi di atas. Misalnya pada baris yang berbunyi “kalah dan telah”. Di sini penulis bisa membuat pembacanya memikirkan makna ganda dari perkataan tersebut. Begitu pun dengan  baris “Semua menjadi maka dan bisa”. Puisi ini memang penuh dengan sarat makna dan unik. Satu lagi, begitu juga dengan banyaknya penyimpangan yang terjadi.

ANJANGSANA

Sebuah rindu…
Rindu begitu renjana…
Kepada sang kekasih bergelar sanak di sudut kota sana

Bersarang di pojok-pojok jiwa
Balig bahkan sudah tua
Renta dan begitu sengasara karena cinta

Hanya ada sebuah penawar
Bagi sengsara yang juga konsekuensi desir rasa
Anjangsana ianya

Ah, ini bukan persoalan mengapa dan siapa!
Hanya sebuah anjangsana
Lalu… hilang sudah duduk perkara

Ketika paras-paras telah saling berhadapan
Pucuk-pucuk rindu mulai layu
Berganti bianglala di langit-langit hati

Saling berceloteh mengumbar kasih…
Air muka lalu menjadi begitu suci
Kemuning bahagia bersandar di dipan-dipan hati
Hanya sebuah anjangsana
Lalu… sudah hilang semua perkara
Hingga musim semi yang dinanti… tiba… melukis rona merah di hati

28 Oktober 2012
Di peraduan sanak

Analisi Penyimpangan Bahasa Puisi “Anjangsana

            Puisi berjudul “Anjangsana” di atas memiliki beberapa penyimpangan. Penyimpangan yang pertama ialah penyimpangan leksikal. Ada beberapa kata yang begitu jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari digunakan oleh penulis dalam puisinya. Contohnya yaitu: “anjangsana” yang berarti kunjungan untuk melepas rasa rindu, “renjana” yang berarti rasa hati yang kuat, dan sebagainya. Tujuannya ialah tentu penulis menginginkan keindahan dalam setiap diksi dalam puisinya.
            Penyimpangan berikutnya ialah penyimpangan semantik. Penyimpangan ini mungkin banyak dialami oleh puisi-puisi lain. Karena memang puisi-pusi tersebut ingin menyampaikan pesan secara tidak langsung. Begitu pula dalam puisi “Anjangsana” ini. Banyak kata-kata di dalamnya memiliki makna yang mendua bahkan lebih. Misalnya “dipan-dipan hati”, “rona merah di hati”, “bianglala di langit-langit hati”, dan sebagainya yang memiliki makan yang konotatif dan bukan makna apa adanya.
            Terakhir, terdapat penyimpangan sintaksis dalam puisi di atas. Pada tataran klausa contohnya “Air muka lalu menjadi begitu suci”. “Lalu” yang menjadi konjungsi antar penghubung klausa seharusnya terletak di awal klausa dan berbunyi “Lalu air muka menjadi begitu suci”

Keterangan: Puisi ini juga merupakan tugas puisi pekanan.

Tugas puisi pekanan:

28 Oktober 1928

Imagi berputar jauh ke belakang hari
Melintasi ingatan-ingatan yang pernah berarti
Hingga tiba di sebuah gerbang bertuliskan pemuda-pemudi

Mereka penuh jasa
Mereka punya upaya
Mereka adalah tonggak peradaban bertajuk “Indonesia”

Dalam kepungan penjajah
Ketakutan menghiasi hari-hari mereka
Hanya bisa merintih dan berteriak dalam hati “aku ingin merdeka”

Benalu itu begitu perkasa
Mengumbar janji, namun muslihat di balik raga
Tahulah bagaimana pemuda, tiada sabar dan memang rindu membuncah untuk merdeka

Lalu terjadilah apa yang terjadi
Mereka mengejawantahkan renjana dalam suatu tragedi
Membakar ketakutan lalu lahir trisula di bumi pertiwi

Dengan teriakan menggelegar membahana
“satu nusa, satu bangsa, satu bahasa…. INDONESIA”
Mereka lanjutkan mimpi yang telah terbit dalam adegan yang berbeda
Masa bodoh dengan malapetaka
Masa bodoh dengan gentar belantara
Mereka hanya ingin merdeka

Semangat mereka hidup hingga detik ini
Bergelora dalam sanubari
Bahwa Indonesia telah merdeka hingga kini

Terima kasih wahai pemuda pemudi
Kau pertaruhkan nyawa demi seukir senyum untuk anak-anak ibu pertiwi
Hingga kini, semua tertancap indah di hati-hati kami

Terima kasih wahai pemuda pemudi
Jasamu begitu dalam berarti
Bermunajat… Rahimakumullah… kepada Maha Pengasih

Terima kasih wahai pemudai pemudi
Nyalimu untuk nusantara akan selalu menggetarkan kolong hati ini
Sekali lagi, terima kasih wahai pemuda pemudi….

28 Oktober 2012
Refleksi pemuda-pemudi Indonesia dahulu dan kini


Biografi Sutardji

Sutardji Sang Presiden

       Kalau ada sebuah pertanyaan yang dilemparkan ke khalayak berbunyi “Siapakah Presiden Penyair Indonesia? Mungkin dominan mereka menyuarakan satu nama, “Chairil Anwar” itu. Namun ternyata tahukah Anda bahwa pujangga kenamaan Indonesia itu ternyata bukanlah seorang Presiden Penyair Indonesia? Lalu siapa?
      Dia adalah Sutardji Calzoum Bachri. Ia lahir di di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941. Ia bukanlah lulusan dari fakultas bahasa dan sastra, namun ia adalah lulusan Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung. Sekarang ia bekerja sebagai redaktur dan penyair.
       Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung. Kemudian, sajak-sajaknya dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana. Lewat sajak-sajaknya ia memperbaruhi perwajahan dunia puisi Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra.
    Sutardji adalah penyair yang unik dan memiliki warna tersendiri. Ia memiliki gaya tersendiri saat membacakan puisinya, kadang kala jumpalitan di atas panggung, bahkan sambil tiduran dan tengkurap. Ia memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan puisi di Indonesia. Ia begitu berbeda dengan penyair lainnya.
       Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Selain itu, sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan dalam antologi “Arjuna in Meditation” (Calcutta, India), “Writing from the World” (Amerika Serikat), “Westerly Review” (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: “Dichters in Rotterdam” (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan “Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters” (1979).
     Karena Prestasinya, Seabrek penghargaan telah bersandang di pundaknya. Dia telah meraih sejumlah pengharaan atas karya-karya sastranya. Antara lain Hadiah Sastra ASEAN (1979), Kumpulan sajak Amuk (1977), memenagkan hadiah puisi DKJ (1976/ 1977) Hadiah Seni (1993), Anugerah Sastra Chairil Anwar (1998), serta Anugerah Akademi Jakarta (2007).
        “O Amuk Kapak” merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Calzoum Bachri dari periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu mencerminkan secara jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi Indonesia modern. Selain itu, ada pula “Atau Ngit Cari Agar adalah kumpulan puisi yang dia buat dalam kurun 1970-an hingga 2000-an. Puisi-puisi itu tak ada dalam buku kumpulan puisinya, “Amuk” (1977) dan  “O Amuk Kapak” (1981). Selain sajak ada pula karyanya berupa kumpulan esai “Isyarat” dan Kumpulan CerpenHujan Menulis Ayam” (2001).           
         Untuk menghormatinya maka Ketua Dewan Kesenian Riau Eddy Akhmad RM mengatakan bahwa pihaknya menabalkan bulan Juni sebagai bulan Sutardji. Penabalan ini tak bermaksud mengultuskan Sutardji. Ini, katanya, pengakuan seniman Riau terhadap kemampuannya menjadi rajawali di langit, menjadi paus di laut yang bergelombang, menjadi kucing yang mencabik-cabik dalam dunia sastra Indonesia yang sempat membeku dan membisu setelah Chairil Anwar pergi.

Diambil dari berbagai sumber.