Sudah
sejak lama, rakyat Indonesia begitu rindu dan membutuhkan sebuah lembaga yang
benar-benar independen, bebas dari tekanan pemerintah untuk memberantas korupsi
yang telah menjalani tingkat kronis di Indonesia, negeri tercinta. Lembaga yang
digadang-gadang akan menjadi pahlawan untuk rakyat yang digerogoti hartanya.
Dan Alhamdulillah, tahun 2003 menjadi hari bersejarah bagi dunia koruptor
Indonesia. Sebuah lembaga bernama Komisi Pemeberantasan Korupsi lahir berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaga
berdikari ini lebih lebih garang terdengar di mata mangsanya dengan nama KPK
singakatan dari Komisi Pemeberantasan Korupsi. Memang dahulu beberapa
kali dibentuk beberapa lembaga untuk memberantas korupsi, namun semuanya seakan
ditelan zaman dengan berbagai konspirasi di dalamnnya.
Sudah
sekitar Sembilan tahun lembaga ini eksis kokoh berdiri menjalani tugas utamanya
yaitu tanpa tebang pilih mengadili penjahat-penjahat korupsi. Berbagai badai
hitam menerpa lembaga ini hingga mengakibatkan beberapa kali menghadapi
pergantian pimpinan. Setidaknya, sudah lima ketua yang menjabat di lembaga
superpower ini yaitu dimulai dari Taufiecurachman Ruki (2003-2007) sebagai ketua pertama;
Antasari Azhar (2007-2009); Tumpak Hatorangan Panggabean naik sebagai pelaksana
tugas sementara (2009-2010) sebagai pengganti Antasari Azhar yang tersandung
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen; Busyro Muqoddas (2010-2011); hingga ketua
sekarang bernama Abraham Samad (2011-2015).
Sepak
terjang KPK pun tak tanggung-tanggung, begitu banyak kasus korupsi dikuak dan
diungkap hinggap pelaku-pelakunya dijebloskan ke rumah prodeo. Dari tahun 2004
hingga tahun 2011 sudah 285 kasus korupsi yang ditangani (sumber: kpk.go.id).
Jumlah itu pun belum termasuk penanganan korupsi tahun ini. Hal ini tentu
begitu membuat hati rakyat Indonesia bisa sedikit tenang akibat badai korupsi
yang tak henti-hentinya menerjang dan mengikis integritas bangsa Indonesia.
285
kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK itu, melibatkan tersangka dari
kalangan anggota DPR dan DPRD, menteri/kepala lembaga, duta besar, komisioner/dosen,
gubernur, wali kota/bupati dan wakilnya, pejabat eselon I, II dan III, hakim,
jaksa, dan swasta, serta profesi lainnya. Kasus terbanyak melibatkan pejabat
eselon I, II dan III sebanyak 91 perkara, disusul sektor swasta sebanyak 55
perkara, dan anggota DPR/DPRD yang mencapai 48 perkara, serta sektor lainnya
sebanyak 31 perkara. Kasus tindak pidana korupsi yang
melibatkan wali kota/bupati dan wakilnya sebanyak 29 perkara, gubernur delapan
perkara, komisioner/dosen tujuh perkara, menteri/kepala lembaga enam perkara,
duta besar empat perkara, hakim empat perkara, dan jaksa dua perkara.
Hal ini tentu tak terlepas dari
kontribusi rakyat Indonesia yang turut membantu pemberantasan korupsi. Data
nasional menyebutkan bahas sebanyak 51.592 pengaduan tindak pidana korupsi
terjadi di Indonesia. Beranjak dari pengaduan-pengadua tersebut, KPK kemudian
beraksi dan menyelidiki satu-satu persatu kasus hingga terkuak sampai ke
akar-akarnya.
Refleksi dari sepak terjang KPK
tersebut tentu membuat wajah Indonesia dihiasi senyuman. Total kerugian negara
yang berhasil diselamatkan KPK tahun 2011, mencapai Rp 134,7 miliar, yang
berasal dari penanganan perkara tindak pidana korupsi, uang pengganti, uang
rampasan, uang sitaan, penjualan hasil lelang tindak pidana korupsi dan ongkos
perkara.
Hantaman Badai ke
KPK
Karier
KPK sebagai pahlawan pemberantasan korupsi tidak bisa dikatakan mulus dan
berjalan lancar. Banyak konspirasi-konspirasi yang dilakukan oleh oknum-oknum
yang terusik dengan aksi heroik KPK. Para koruptor bersama dengan beberapa politisi bermasalah berupaya
melemahkan dan bahkan membubarkan KPK dengan menggunakan berbagai cara. Mulai
dari membangun wacana publik untuk membubarkan KPK, mengajukan pembatalan UU
KPK melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi, melakukan
kriminalisasi atau fitnah kepada pimpinan KPK, memangkas kewenangan KPK melalui
proses penyusunan regulasi, hingga membajak proses seleksi calon pimpinan KPK.
Hasilnya,
Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah dituding menerima suap oleh Anggodo
Widjojo- adik Anggora Widjojo dari tersangka kasus korupsi SKRT Kementrian
Kehutanan. Atas laporan ini, pihak kepolisian lalu memeriksa, menetapkan sebagai tersangka dan menahan
Bibit dan Chandra meskipun akhirnya dilepaskan karena tekanan publik melalui gerakan
“Cicak melawan Buaya”. Selain itu, Antazari Azhar menjadi terdakwah dalam kasus
pembunuhan Nasrudin
Zulkarnaen yang begitu rumit
hingga harus menjalani 18 tahun masa tahanan.
Selain
itu, wacana pembubaran KPK juga sempat mengudara di bumi Indonesia. Wacana ini
dihembuskan oleh Politikus di Senayan justru ketika KPK sedang giat memberantas
korupsi yang terjadi di DPR. Dalam kurun waktu 2008-2011, ICW mencatat
sedikitnya 4 politisi yang mengeluarkan pernyataan pembubaran yaitu Ahmad Fauzi
(anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat), Aboe Bakar (anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS),
Marzuki Alie (Ketua DPR dari Fraksi Demokrat) dan Fahri Hamzah (anggota Komisi
III DPR RI Fraksi PKS). Sikap politikus Senayan soal pembubaran KPK adalah pernyataan
kontroversial dan tidak layak diucapkan oleh anggota DPR yang dinilai mewakili
kepentingan rakyat. Pernyataan ini justru dapat dinilai sebagai dukungan (Pro)
terhadap para koruptor yang menginginkan KPK dilemahkan atau dibubarkan.
Pernyataan ini juga berseberangan dengan kehendak publik yang ingin KPK
dipertahankan.
Selain
konspirasi-konspirasi di atas, masih banyak sekumpulan badai yang hendak
melemahkan kinerja KPK, bahkan membubarkan KPK itu sendiri. Namun sampai saat
ini, KPK masih tetap bertahan sebagai lembaga yang siap memberantas korupsi di
33 provinsi Indonesia
KPK Berbenah
Tidak ada yang sempurnah. Mungkin, kalimat itu juga
patut disandarkan di kubu KPK sebagai pembelah rakyat Indonesia. Tak menutup
mata bahwa KPK juga memiliki setumpuk kekurangan yang harus dibenahi.
Kekurangan-kekurangan
yang tercatat di ICW tersebut di antaranya: KPK masih dianggap tebang pilih
dalam penanganan perkara; Kedua, beberapa kasus korupsi yang ditangani dan
dilimpahkan KPK ke pengadilan tipikor dianggap belum memberikan efek jera
dimana rata-rata vonis pada terpidana korupsi yang ditangani KPK kurang lebih 4
tahun; Ketiga, banyak kasus yang belum dikelarkan oleh KPK. Sebutlah di
antaranya kasus Bank Century; dugaan gratifikasi atau suap yang melibatkan
perwira tinggi Polri yang lebih dikenal dengan kasus 'rekening gendut Perwira
Tinggi Polisi'; kasus suap Deputi Senior Gubernur BI, Miranda Gultom, dan
berbagai kasus lainnya.
Selain
itu, isu pelanggaran kode etik pun juga perlu dibenahi baik yang diduga pegawai
KPK maupun pimpinan KPK. Dugaan pelanggaran kode etik tersebut misalnya
pemberian fasilitas istimewa kepada terperiksan KPK , mantan Jamintel Kejagung,
Wisnu Subroto; pertemuan Antazhari Azhar dengan Anggoro Widjojo, dan lain
sebagainya. Stigma-stigma negatif tersebut haruslah dibenahi sesegera mungkin
agar kinerja KPK lebih mumpuni dan lebih garang.
Sehubungan
dengan itu, penting untuk memperkuat pengawasan internal dalam kubu KPK dengan
cara menguatkan moral, etika, akhlak, dan nilai antikorupsi. KPK juga harus
memperkuat sistem transparansi internalnya untuk meningkatkan kepercayaan publik.
Lebih lanjut KPK juga harus menjaga dan lebih memperkuat Kode Etik Pegawai dan
Pimpinan KPK. Terakhir, setidaknya KPK juga mesti belajar dari yang telah
berhasil seperti lembaga pemberantasan korupsi Singapura, Malaysia, Korea, dan
negara lainnya.
KPK Dukungan
Rakyat Indonesia
Sebagai
lembaga yang berdiri untuk kepentingan rakyat, maka KPK juga membutuhkan
sokongan berupa dukungan penuh dari rakyat. Kepercayaan rakyat yang diberikan
untuk KPK begitu sangat membantu hingga setiap lini dalam kubu KPK memiliki
semangat dalam menjalankan tugas masing-masing. Kepada KPK-lah disandarkan tugas
untuk memberantas korupsi yang telah sekian lama mengakar dalam darah daging
negeri Indonesia. Maka dari itu kepercayaan rakyat pun menjadi obat pilu
gempuran badai dari oknum-oknum yang tak sudi melihat kiprah positif lembaga
ini.
Terlepas
dari itu semua, semoga kita—semua rakyat Indonesia—berdoa agar KPK diberikan
kekuatan dalam menjalankan amanah yang telah diikatkan dipundak para
punggawanya, utamanya agar Indonesia benar-benar bebas dari cengkraman korupsi.
Semoga KPK tetap eksis dalam ke-idealannya sebagai lembaga independen dan
mandiri tanpa tekan dari yang tinggi dalam memberantas korupsi. Semoga KPK
tanpa tebang pilih menjalankan amanah dan menyapu rata para penjahat-penjahat
pemeras harta rakyat. Jangan takut KPK, kami berada dibelakangmu. Karena KPK,
Kami Percaya Kalian wahai Komisi PEmberantas Korupsi. Teruslah berkarya dan
jangan sia-siakan kepercayaan kami.
0 comments:
Post a Comment