Ads 468x60px

Friday, February 13, 2015

BEGINILAH PEMBUKTIAN CINTA YANG SAHIH: Catatan Kecil Maulid Nabi




“Kericuhan ini terjadi saat perayaan Maulid Nabi Muhammad saw di Balla Lompoa, Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (12/1/2015) siang. Ratusan warga yang tidak sabar menunggu hingga berakhirnya acara, langsung menyerbu dan berebut gunungan yang berisi telur dan hasil bumi. Akibatnya, tak sedikit anak-anak dan ibu-ibu yang berebut terjatuh dan terinjak oleh warga. Bahkan, beberapa di antara petugas pun ikut berebut di tengah-tengah warga.” (Makassarterkini.com.)

            Peristiwa di atas merupakan bagian dari sekelumit kisah memilukan yang terjadi di bulan ini. Telah menjadi tradisi bahwa Rabiul Awal—bertepatan dengan bulan Januari—sebagai bulan kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan bulan bagi sebagian umat Islam untuk mengejawantahkan rasa cintanya kepada beliau. Dari satu masjid hingga masjid lainnya terdengar keramain dan suara selawatan yang menggemparkan alam. Pembuktian cinta tersebut berupa perayaan maulid  dengan berbagai variasi bentuk cinta di dalamnya.
Bentuk cinta berupa pembagian makanan, mengundang penceramah untuk memberikan nasehat berkaitan dengan kisah singkat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (yang terkadang diisi dengan kisah-kisah cabul dan hadis-hadis palsu), pertunjukkan nasyid, pembacaan tilawah Alquran, perlombaan pembuatan makanan yang paling indah perawakan bentuk dan rasanya, hingga saling berebutan makanan yang mengakibatkan peristiwa teragis seperti kejadian tersebut. Maka, apakah memang benar pembuktian cinta yang demikian? Lalu, pantaskah pembuktian cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuah kericuan yang mengakibatkan korban?

Persepsi Cinta yang Keliru
            Cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saw jelas merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Tidaklah seorang manusia dikatakan sebagai seorang muslim kecuali karena ia mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan membuktikan cintanya. Cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan turunan dari cinta kepada Allah Azza Wa Jalla. Allah menyatakannya dengan berfirman:
“Katakanlah (wahai Muhammad): “jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31)
Allah juga berfirman,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzaab: 21)
Maka, cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilandasi dengan iman dan ketauladan kepadanya yaitu percaya dalam hati, pembenaran dengan perkataan, dan pembuktian dengan perbuatan terhadap ajaran-jaran (risalah) yang dibawa oleh beliau. Nah, yang menjadi pertanyaan selanjutnya bahwa apakah memang benar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan umatnya untuk membuktikan cinta kepadanya dengan peringatan maulid yang sedemikian rupa? Benarkah pula apabila orang yang tidak melaksanakan maulid tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Kalaulah jawabannya benar, maka sungguh orang yang membenarkannya berada dalam kekeliruan yang besar.

Ketahuilah, kalaulah benar demikian adanya berarti kita telah menuduh para istri Rasullullah—yang sejatinya merupakan Ibunya Umat Muslim—tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, karena mereka tidak pernah memperingati kelahiran beliau dengan acara maulidan. Kita pula menuduh bahwa para sahabat—termasuk sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga pun di dalamnya terdapat empat khalifah Ar Raasyidun—juga tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebab mereka tidak pernah sekalipun memperingati maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita pula menuduh para imam empat madzhab termasuk Imam Syafi’i serta para ulama terdahulu tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena mereka semuanya tidak memperingati maulid beliau. Bagaimana bisa demikian? Padahal merekalah adalah orang-orang yang bersegera mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan setiap perkara yang disyariatkannya lebih dahulu dari kita. Ataukah kita menyatakan lebih besar cintanya dan lebih benar perlakuannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada mereka?


Bentuk Cinta yang Tertolak
            Abu Umar Basyir menjelaskan bahwa peringatan maulid Nabi adalah sejenis ulang tahun yang dilakukan untuk Nabi. Padahal, merayakan dalam artian memperingati dengan sebuah kemeriaan selain hari raya ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri tersebut dilarang dan haram dalam Islam. Hal ini pernah terjadi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sebagian kalangan kaum Anshar memperingati salah satu dari dua hari yang biasa mereka rayakan di masa jahiliyyah. Beliau kemudian membantah dengan sabdanya:
“Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik: Idul Adha dan ‘Idul Fithri.” (HR. Abu Dawud dan selainnya)
            Merayakan maulid nabi juga terkesan meniru umat nasrani yang juga merayakan maulid Nabi Isa as. yang mereka klaim sebagai Tuhan. Padahal telah jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat melarang kegiatan-kegiatan yang menyerupai dan meniru-niru kaum kafir dan musyrik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang meniru kelompok manusia tertentu, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawu dan Ahmad)
            Bahkan perayaan maulid ini juga seakan-akan ingin dipaksakan masuk ke dalam syariat Islam. Bahwasanya sebagian dari mereka menyatakan bahwa perbuatan ini baik dan memiliki maslahat yang besar serta menjadi wasilah yang baik untuk menyiarkan Islam. Padahal sejatinya, ini adalah pencampuran antara yang hak dan yang batil. Ini pula adalah talbis iblis (perangkap setan) yang hendak menipu dan menjadikan manusia mengikuti langkah-langkah mereka. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka amalan tersebut tertolak.”
Walaupun niat melaksanakan maulid pada hakikatnya adalah kebaikan, namun setiap kebaikan berupa ibadah dan syariat Islam yang tidak disandarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semuanya tertolak. 

Pembuktian Cinta yang Sahih
            Pembuktian cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah harus dibenturkan dengan syariat yang telah ia sampaikan kepada kita. Begitu banyak sunnah-sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang belum dilaksanakan umat ini kemudian ingin ditambahkan dengan bentuk syariat baru yang tertolak keberadaannya. Namun, anehnya, ketika seseorang menjalankan sunnah-sunnah yang dianggap asing tersebut maka sebagian umat ini melecehkan dengan berbagai macam cercaan. Sunnah yang seharusnya mereka laksanakan justeru dicelah habis-habisan.
            Jenggot adalah salah satu sunnah yang dianggap sebagian orang merupakan ciri dari teroris & meniru-niru kambing. Tidak Isbal (pakaian yang tidak melebihi mata kaki) dianggap sebagian orang aneh seakan mereka pelaku tidak isbal sedang dalam keadaan banjir atau pelakunya mubassir karena membuang-buang kain. Cadar yang merupakan sunnah yang disyariatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dianggap ciri istri teroris, temannya Ninja Hatori, dan perkataan melecehkan lainnya. Siwak yang merupakan sunnah yang besar nilainya dianggap sebagian umat ini ketinggalan zaman dan menjijikkan.
Melaksanakan shalat berjamaah yang merupakan sunnah juga dianggap sebagai orang-orang yang hanya pamer kesalehan. Dan sunnah-sunnah lainnya yang banyak ditinggalkan dan dilecehkan oleh sebagian umatnya sendiri. Padahal Allah begitu murka kepada orang-orang yang menjadikan syiar-syiar agama-Nya sebagai bahan candaan bahkan pelakunya bisa jatuh dalam kekafiran (Lihat: QS. At-Taubah:65-66). Dan betapa beruntunglah orang-orang yang istiqamah melaksanakan sunnah disaat sunnah dianggap sebagai produk asing dan ketinggalan zaman. Merekalah yang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dianggap sebagai guroba (orang-orang yang gigi menghidupkan sunnah dan karenanya mereka menjadi yang ter-asing di tengah-tengah masyarakat yang jauh dari agama).
Olehnya, pembuktian cinta yang sahih seharusnya berpulang pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik dari perkataan beliau, perbuatan beliau, maupun persetujuan beliau terhadap perbuatan para sahabat. Karena syarat diterimanya sebuah ibadah maupun sunnah harus memenuhi dua syarat yaitu ikhlas dan sesuai dengan tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (ittiba’). Kemudian, seharusnya pula kita berlapang dada menerima kebenaran yang telah jelas sejelas rembulan di kegelapan malam. Karena Allah berfirman:
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr: 7)
Bukan pula hanya sekadar niat baik saja namun tidak sesuai dengan syariat bahkan sampai menimbulkan korban. Karena,“Berapa banyak orang yang berniat baik tetapi tidak mendapatkan kebaikan tersebut.” (Ibnu Mas’ud)
 
 
Maraaji':
-Imam Syafi’I menggugat Syafi’iyyah oleh Abu Umar Basyir
-Syarah Arba’in An-Nawawi oleh Imam An-Nawawi dan selainnya
-Menghidupkan Sunnah-Sunnah yang Terlupakan oleh Haifa binti Abullah Ar-Rasyid

0 comments:

Post a Comment