“ALLAHU AKBAR malam kamis ini sekitar jam 11.00 kampung majelis Az
Zikra yang berada di mesjid Az Zikra Sentul Bogor diserbu segerombolan preman
yang mengaku dari paham syi’ah yang dipimpin oleh orang yang mengaku habib
Ibrahim. Menganiaya menculik penegak syariah Az Zikra, bang Faisal.” (Bisnis.com)
Demikianlah ekspresi kekesalan Ustadz Ilham Arifin pengasuh
kelompok Pengajian Az Zikra yang disampaikan dalam statusnya di Twitter.
Penyerangan sekelompok preman yang diduga dari paham Syi’ah tersebut terjadi pada
hari malam kamis (11/2/2015). Hal ini
ditengarai karena spanduk yang dipasang di sekitar masjid tersebut berisi
penolakan atas paham sesat Syi’ah. Padahal, dasar penyesatan Syi’ah menurut
Ustadz Ilham ini berasal dari penyimpangan-penyimpangan Syi’ah yang dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kejadian tersebut merupakan tanda bahwa Syi’ah
(Rafidha dan sekte sesat lainnya) bukan lagi sekedar pemahaman yang perlu
diwaspadai. Namun, ia juga telah bertransformasi dalam bentuk nyata berupa
pergerakan hingga penganiayaan.
Ada lima penyimpangan pokok yang dijabarakan MUI dalam bukunya Mewaspadai
Penyimpangan Syi’ah Di Indonesia. Penyimpangan tersebut yaitu penyimpangan
paham tentang keraguan mereka akan orisinalitas (keaslian) Al-Qur’an;
penyimpangan paham Ahlul Bait (keluarga) Rasul shallahu ‘alaihi
wasallam dan mengkafirkan Sahabat Nabi; Penyimpangan paham Syi’ah
mengkafirkan Umat Islam; penyimpangan paham tentang kedudukan Imam Syi’ah; dan
penyimpangan paham tentang hukum nikah mut’ah. Lima penyimpangan
tersebut merupakan jurang pemisah antara Islam Ahlus Sunnah dan Syi’ah. Namun,
penyimpangan paling kental yang terlihat dari Syi’ah ini adalah penyimpangan
mereka paham terhadap Ahlul Bait Rasul shallahu ‘alaihi wasallam dan
pengkafiran Sahabat Nabi. Bagaimanakah penyimpangan mereka terhadap Ahlul Bait
dan para sahabat? Lalu, apa motif mereka membenci dan mengkafirkan Para
Sahabat?
Ahlul
Bait dan Para Sahabat dalam pandangan Syi’ah
Pengkafiran kepada para sahabat
Rasul shallahu ‘alaihi wasallam merupakan Aqidah syi’ah yang sungguh
batil dan sesat. Begitu banyak hadits-hadits palsu dan pernyataan berupa celaan,
laknat, bahkan pengkafiran yang diungkapkan oleh para imam dan pemuka agama
mereka. Sebut saja di antaranya Al-Kulaini yang merupakan salah satu pemuka
agama Syi’ah dalam bukunya Furu’ al-Kafi yang mengkafirkan semua sahabat
kecuali tiga orang ditambah sahabat Ali. Ia meriwayatkan dari Ja’far, “Semua
sahabat sepeninggal Nabi shallahu ‘alaihi wasallam murtad (keluar dari
Islam) kecuali tiga,” Kemudian saya—Al-Kulaini— bertanya kepadanya, “Siapakah
ketiga sahabat ini?” Ia menjawab,”Al-Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan
Salman al-Farisi.”
Lebih dari itu, syi’ah bahkan telah
membuat riwayat khusus yang berisi pengkafiran tiga khalifah pertama yang
merupakan sahabat-sahabat utama Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam.
Hal ini benar-benar dipertegas oleh Al-Kulaini dalam bukunya yang lain yaitu Ushulul
Kaafi, “Abu Bakar, Umar, dan Utsman telah keluar (murtad) dari Iman, karena
tidak mau mengangkat Ali menjadi khalifah setelah Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam wafat.” Kaum Syi’ah menganggap bahwa sahabat Ali lebih
utama dari sahabat lainnya. Demi pendapat ini, mereka rela membuat hadits berisi
pengkafiran para khalifah sebelum Sahabat Ali.
Istri-istri Nabi pun yang notabene juga
merupakan Ahlul Bait menjadi sasaran laknat dari kaum Syi’ah. Dalam kitab Miftahul
Jinan yang merupakan refensi Syi’ah menyebutkan, “Ya Allah, berikanlah
kepada Muhammad dan keluarganya selawat, dan laknatilah ke dua
patung Quraisy, kedua Jibt (tukang sihir) dan thagut-nya dan
kedua anak perempuannya (maksudnya: Abu Bakar, Umar, Aisyah, dan Hafsha)”. Bagi
mereka, Ahlul Bait hanyalah Sahabat Ali dan Fatimah beserta keturunan-keturunan
mereka. Sedangkan istri-istri Nabi shallahu ‘alaihi wasallam tidaklah
dianggap Ahlul Bait bahkan merupakan orang-orang kafir yang pantas diberi
laknat.
Bersikap Adil terhadap Ahlul Bait dan Para Sahabat
Kebencian
dan pengkafiran terhadap para Sahabat yang dilakukan oleh kaum syi’ah memiliki
motif tersendiri. Kebencian dan Pengkafiran tersebut adalah misi yang
sebenarnya memiliki tujuan yang sangat keji. Ketika umat Islam telah sepakat
untuk ikut membenci dan mengkafirkan para Sahabat maka mereka akan menolak
mengambil ilmu dari mereka. Hal ini berarti hadits-hadits yang jumlahnya
puluhan ribu bahkan lebih yang diriwayatkan oleh para sahabat (kecuali yang
mereka tidak kafirkan) semuanya tertolak. Kitab-kitab hadits yang kita jadikan
rujukan seperti Sahihain (Sahih Bukhari dan Muslim), kitab-kitab Sunan
(Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa’iy, dan Ibnu Majah), dan kitab-kitab hadits
lainnya tertolak.
Lebih dari itu, ada begitu banyak kontradiksi, kejanggalan, dan
pertanyaan yang muncul akibat kebencian dan pengkafiran terhadap para Sahabat.
Berikut ini merupakan kontradiksi, kejanggalan, dan pertanyaan tersebut:
1. Allah sendiri yang menjaga para sahabat dan meridhai mereka. Allah berfirman, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah). Apakah mereka menyangkal bahkan membatalkan ayat tersebut? Jelas ini adalah sebuah kezhaliman yang besar.2. Banyak di antara sahabat Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam yang dijamin masuk ke dalam surga. Bahkan beliau menyatakan secara khusus sepuluh sahabatnya dijamin masuk surga yang di dalamnya terdapat Khulafa’ Ar-Rasyidun. “Sepuluh orang akan masuk surga: Abu Bakr masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Azzubair masuk surga, ‘Abdurrahman bin Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, dan Abu Ubaidah ibn al-Jarrah masuk surga” (HR. Ahmad dan selainnya). Kalau begitu, mereka menyatakan bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam telah berbohong? Sungguh merekalah yang pembohong!3. Mencelah para sahabat bahkan memberikan mereka gelar zhalim, fasik, bahkan kafir sangat bertentangan dengan pembelaan Nabi kepada para sahabatnya. Bukankah beliau yang bersabda, “Hati-hatilah terhadap sahabat-sahabatku, hati-hatilah terhadap sahabat-sahabatku, janganlah menjadikan mereka sasaran cacian setelahku, barangsiapa mencintai mereka, maka berarti mereka telah mencintaiku dan barang siapa membenci mereka, maka berarti telah membenciku” (HR. Imam Ahmad). Berarti mereka telah menyatakan kebencian kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam kalau begitu?4. Di mana derajat mereka dibanding para sahabat yang mereka kafirkan? Bukankah beliau yang bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabatku, andaikan kalian bersedekah dengan emas sebesar Gunung Uhud, maka hal itu tidak bisa mengimbangi sedekah yang dikeluarkan para sahabatku satu mud (ukuran isi sama dng 5/6 liter pen.) atau separuhnya" (HR. Bukhari dan Muslim). Ini baru keutamaan mereka secara umum, belum lagi keutamaan mereka secara khusus yang begitu banyak semisal keutamaan sahabat Abu Bakar yang iman-nya bila ditimbang lebih berat dari umat Islam lainnya dan ketinggian ilmu sahabat Umar yang setan pun lari darinya.5. Mereka menyatakan ‘Aisyah adalah seorang pezinah. Kalu begitu, apakah Allah tega memberikan Nabi istri seorang pezinah? Berarti mereka menuduh Allah berbuat zalim. Padahal Allah Azza wa Jalla jelas membelah Aisyah dalam surah An-Nur ayat sebelas serta menyatakan bahwa orang yang menuduh Aisyah adalah pembohong dan akan menerima azab yang besar.6. Mereka menyatakan bahwa Al-Qur’an Utsman adalah batil dan telah terjadi distorsi (pengurangan dan penambahan)? Lalu, apakah tega Ahlul Bait membiarkan dan mendiamkan “kemungkaran yang besar ini”? berarti selama ini mereka tidak memiliki pedoman agama yang berarti pula bahwa mereka selama ini hidup dalam keadaan sesat tanpa petunjuk. Padahal Alquran adalah petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa dan Allah pula menggaransi bahwa tidak ada keraguan di dalamnya (makna QS. Albaqarah: 2)7. Bagaimana mungkin para sahabat menjadi orang-orang yang zhalim, kafir, bahkan menghianati risalah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam padahal sahabat Ali, Hasan, dan Husain (cucu Rasulullah) ada di zaman tersebut? mengapa mereka tidak mencegahnya? atau mereka menuduh sahabat Ali yang notabene adalah alim di antara para sahabat akan membiarkan sebuah kezhaliman? Padahal beliau termasuk di antara para sahabat yang membaiat tiga khalifah awal yang mereka kafirkan tersebut. Ataukah mereka berprasangka bahwa beliau dipaksa? Dalam sejarah dikisahkan pula, beliau adalah orang yang mampu mengangkat gerbang khaibar yang tidak bisa diangkat oleh pahlawan-pahlawan muslim lainnya. Beliau pula yang selalu mewakili pasukan Islam dalam adu tanding sebelum berperang dan beliau selalu menang. Ataukah mereka menuduh Allah memberikan Nabi sahabat-sahabat penghianat? Sungguh, merekalah yang penghianat besar!8. Mengapa Hasan bin Ali menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Sahabat Muawiyah yang mereka anggap kafir padahal para sahabat yang mendukung Ali dan Beliau banyak dan pasukan di belakangnya pun puluhan ribu jumlahnya? Sungguh memang ini adalah kebohongan yang nyata. Selain daripada itu, begitu banyak lagi kontradiksi yang muncul apabila kita menelaah lebih jauh. Dan kepada Allah-lah tempat kita berlindung dari makar-makar kaum Syi’ah.
Olehnya, menjadi sebuah keharusan bagi umat Islam di seluruh
penjuru dunia untuk menolak dan menghadang akan pemikiran dan pergerakan Syi’ah
terkhusus di Indonesia. Karena kita adalah umat Ahlussunnah dan tidak
selainnya. Kita adalah Islam dan bukan Syi’ah.
Kita seperti yang dinyatakan oleh Prof. Dr. Buya Hamka ketua MUI
pertama,
“Ketika saya di Iran, datang 4 orang pemuda ke kamar hotel saya, dan dengan bersemangat mereka mengajari saya tentang revolusi dan menyatakan keinginannya untuk datang ke Indonesia guna mengajarkan revolusi Islam Syi’ah itu di Indonesia. Kami menerimanya dengan senyum simpul. ‘Boleh datang sebagai tamu, tetapi ingat, kami adalah bangsa yang merdeka dan tidak menganut Syi’ah!’ ujar saya.” (dalam artikelnya Majelis Ulama Indonesia bicaralah!)
0 comments:
Post a Comment