Inilah cinta. Cinta yang murni yang tak setiap orang mengalaminya. Tahukah engkau apa itu cinta kawan? Berjuta-juta orang telah mendefinisikannya namun tak pernah menemukan titik temu dalam persetujuan. Cinta itu memang subjektif dan perspektif. Tak ada batasan tertentu. Apabila ada yang mencoba membatasi, maka yang lain menyatakan tak berbatas. Yah, inilah cinta yang membuat nanar nalar seseorang. Seringkali berargumen tentang cinta, maka bulir-bulir kebingungan menjadi hasil dari khayal dan imaji. Wajarlah apabila berbagai pendapat bagaikan pertentangan antara titik nadir dan titik zenit.
Ada yang mengatakan, “cinta adalah siksaan yang menyenangkan.” Betulkah demikian? Yah, terkadang. Ketika seorang anak Adam sedang memendam rindu yang mendalam untuk salah satu tulang rusuknya yang telah lama hilang. Ataukah begitu pula sebaliknya, sang rusuk terlalu mengindahkan untuk kembali menyatu bersama setiap anggota tubuh dari si anak Adam. Sekali lagi aku nyatakan bahwa itu hanya terkadang, bisa jadi benar namun juga tertumpuk dalam pandangan yang salah, entahlah.
Itulah cinta, kadang membuat cemburu padahal ia belum sah terukir di relung hati seorang hamba. Sebuah rasa dalam hati untuk selalu mengingkari dan ingin hanya menjadi milik sendiri. Hei, aku tidaklah membatasi ekplorasi engkau tentang cinta kawan. Namun aku hanya memaparkan setiap opini cinta yang terhempas yang pernah bertamu di salah satu indraku.
Andai cinta itu berwujud manusia, maka aku adalah orang yang pertama yang akan menanyakan kepadanya, “Wahai Cinta, mengapa engkau selalu membuat anak cucu Adam merasakan derita, bahagia, sakit, pedih, sedih, merintih, dan segala rasa yang tak mesti?” Namun aku tak mau berandai. Biarlah setiap pasang manusia mempertanggungjawabkan cintanya kepada Sang Pencipta cinta, nanti, di sebuah mahkamah penghukuman akhir di hari terakhir.
Kisah yang akan aku bagikan kali ini adalah sepotong kisah cinta dari Rasulullah saw untuk salah seorang istrinya yang bernama Aisyah. Kemudian, biarkanlah Ahmad yang meriwayatkan:
Dari Aisyah ra. Dia berkata, ”Aku pernah menyertai Rasulullah saw dalam salah satu perjalanannya. Saat itu aku masih muda, badanku tidak gemuk dan tidak berlemak. Beliau bersabda kepada orang-orang, “Majulah ke sini!” Mereka pun maju. Lalu beliau memanggilku dan mengajakku beradu lari. Kami pun adu lari dan aku bisa mengalahkan beliau. Beliau tidaklah berkomentar apa-apa atas kemenanganku ini. Ketika badanku gemuk dan berlemak, aku menyertai beliau dalam perjalanannya. Beliau menyuruh orang-orang untuk maju menonton, lalu mengajakku adu lari, dan ternyata beliau dapat mengalahkan aku. Beliau tersenyum sambil bersabda, “Kini satu banding satu.”
***
Entah bagaimana denganmu, namun aku tersenyum pertama kali membacanya. Seorang Rasul yang sungguh melankolis dan romantis di balik sosoknya sebagai seorang pemimpin yang perkasa lagi bijaksana namun hany untuk istrinya. Hei, ini yang kusebut indahnya pacaran setelah menikah kawan, bukan sebaliknya. Bukan aku ingin meracuni otakmu tantang segala perspektifku dalam cinta, namun ini persepsi Rasul kita kawan, Anak Abdullah bergelar shallallahu ‘alaihi wasallam.
Banyak makna dalam kisah itu. Tentang canda, tentang sayang, dan pastilah tentang cinta. Ada juga yang mengatakan bahwa salah satu maknanya ialah agar kaum hawa jangan terlalu gemuk, :). Hidup itu pilihan, silahkan memilih sebebas-bebasnya, namun bersiap-siap pula dalam menerima konsekuensinya. Silahkan engkau mau memaknai apa tentang kisah di atas, toh itu buah pikir kawan sendiri. Ingat, hati ini hanya ada satu, jadi hati-hatilah dalam menyandingkan hati dengan hati yang lain. Ah, cinta… cinta… cinta… sebaris kata yang penuh misteri yang indah. Wallahu a'lam.
25 April 2012
Islamku mahar untuk cintamu…
Thursday, April 26, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
ehek2......
Post a Comment