Sebuah
rindu…
Rindu
begitu renjana…
Kepada
sang kekasih bergelar sanak di sudut kota sana
Bersarang
di pojok-pojok jiwa
Balig
bahkan sudah tua
Renta
dan begitu sengasara karena cinta
Hanya
ada sebuah penawar
Bagi
sengsara yang juga konsekuensi desir rasa
Anjangsana
ianya
Ah,
ini bukan persoalan mengapa dan siapa!
Hanya
sebuah anjangsana
Lalu…
hilang sudah duduk perkara
Ketika
paras-paras telah saling berhadapan
Pucuk-pucuk
rindu mulai layu
Berganti
bianglala di langit-langit hati
Saling
berceloteh mengumbar kasih…
Air
muka lalu menjadi begitu suci
Kemuning
bahagia bersandar di dipan-dipan hati
Hanya
sebuah anjangsana
Lalu…
sudah hilang semua perkara
Hingga
musim semi yang dinanti… tiba… melukis rona merah di hati
28 Oktober 2012
Di peraduan sanak
28 Oktober 1928
Imagi
berputar jauh ke belakang hari
Melintasi
ingatan-ingatan yang pernah berarti
Hingga
tiba di sebuah gerbang bertuliskan pemuda-pemudi
Mereka
penuh jasa
Mereka
punya upaya
Mereka
adalah tonggak peradaban bertajuk “Indonesia”
Dalam
kepungan penjajah
Ketakutan
menghiasi hari-hari mereka
Hanya
bisa merintih dan berteriak dalam hati “aku ingin merdeka”
Benalu
itu begitu perkasa
Mengumbar
janji, namun muslihat di balik raga
Tahulah
bagaimana pemuda, tiada sabar dan memang rindu membuncah untuk merdeka
Lalu
terjadilah apa yang terjadi
Mereka
mengejawantahkan renjana dalam suatu tragedi
Membakar
ketakutan lalu lahir trisula di bumi pertiwi
Dengan
teriakan menggelegar membahana
“satu
nusa, satu bangsa, satu bahasa…. INDONESIA”
Mereka
lanjutkan mimpi yang telah terbit dalam adegan yang berbeda
Masa
bodoh dengan malapetaka
Masa
bodoh dengan gentar belantara
Mereka
hanya ingin merdeka
Semangat
mereka hidup hingga detik ini
Bergelora
dalam sanubari
Bahwa
Indonesia telah merdeka hingga kini
Terima
kasih wahai pemuda pemudi
Kau
pertaruhkan nyawa demi seukir senyum untuk anak-anak ibu pertiwi
Hingga
kini, semua tertancap indah di hati-hati kami
Terima
kasih wahai pemuda pemudi
Jasamu
begitu dalam berarti
Bermunajat…
Rahimakumullah… kepada Maha Pengasih
Terima
kasih wahai pemudai pemudi
Nyalimu
untuk nusantara akan selalu menggetarkan kolong hati ini
Sekali
lagi, terima kasih wahai pemuda pemudi….
28
Oktober 2012
Refleksi
pemuda-pemudi Indonesia dahulu dan kini
Catatan: puisi-puisi di atas juga dibuat dalam rangka mengerjakan tugas puisi dalam mata kuliah Apresiasi Puisi Indonesia
0 comments:
Post a Comment