Ads 468x60px

Monday, October 29, 2012

ANJANGSANA


Sebuah rindu…
Rindu begitu renjana…
Kepada sang kekasih bergelar sanak di sudut kota sana

Bersarang di pojok-pojok jiwa
Balig bahkan sudah tua
Renta dan begitu sengasara karena cinta

Hanya ada sebuah penawar
Bagi sengsara yang juga konsekuensi desir rasa
Anjangsana ianya

Ah, ini bukan persoalan mengapa dan siapa!
Hanya sebuah anjangsana
Lalu… hilang sudah duduk perkara

Ketika paras-paras telah saling berhadapan
Pucuk-pucuk rindu mulai layu
Berganti bianglala di langit-langit hati

Saling berceloteh mengumbar kasih…
Air muka lalu menjadi begitu suci
Kemuning bahagia bersandar di dipan-dipan hati
Hanya sebuah anjangsana
Lalu… sudah hilang semua perkara
Hingga musim semi yang dinanti… tiba… melukis rona merah di hati

28 Oktober 2012
Di peraduan sanak


28 Oktober 1928

Imagi berputar jauh ke belakang hari
Melintasi ingatan-ingatan yang pernah berarti
Hingga tiba di sebuah gerbang bertuliskan pemuda-pemudi

Mereka penuh jasa
Mereka punya upaya
Mereka adalah tonggak peradaban bertajuk “Indonesia”

Dalam kepungan penjajah
Ketakutan menghiasi hari-hari mereka
Hanya bisa merintih dan berteriak dalam hati “aku ingin merdeka”

Benalu itu begitu perkasa
Mengumbar janji, namun muslihat di balik raga
Tahulah bagaimana pemuda, tiada sabar dan memang rindu membuncah untuk merdeka

Lalu terjadilah apa yang terjadi
Mereka mengejawantahkan renjana dalam suatu tragedi
Membakar ketakutan lalu lahir trisula di bumi pertiwi

Dengan teriakan menggelegar membahana
“satu nusa, satu bangsa, satu bahasa…. INDONESIA”
Mereka lanjutkan mimpi yang telah terbit dalam adegan yang berbeda
Masa bodoh dengan malapetaka
Masa bodoh dengan gentar belantara
Mereka hanya ingin merdeka

Semangat mereka hidup hingga detik ini
Bergelora dalam sanubari
Bahwa Indonesia telah merdeka hingga kini

Terima kasih wahai pemuda pemudi
Kau pertaruhkan nyawa demi seukir senyum untuk anak-anak ibu pertiwi
Hingga kini, semua tertancap indah di hati-hati kami

Terima kasih wahai pemuda pemudi
Jasamu begitu dalam berarti
Bermunajat… Rahimakumullah… kepada Maha Pengasih

Terima kasih wahai pemudai pemudi
Nyalimu untuk nusantara akan selalu menggetarkan kolong hati ini
Sekali lagi, terima kasih wahai pemuda pemudi….

28 Oktober 2012
Refleksi pemuda-pemudi Indonesia dahulu dan kini



Catatan: puisi-puisi di atas juga dibuat dalam rangka mengerjakan tugas puisi dalam mata kuliah Apresiasi Puisi Indonesia


0 comments:

Post a Comment