Ads 468x60px

Wednesday, October 17, 2012

CITA-CITA DAN MIMPI: ALASAN MENGAPA HARUS HIDUP


Bismillah…

            Baik. Kumulai tulisan ini di sebuah kamar tempat aku tidur sehari-hari. Aku kini, beralaskan dipan dan sehelai karpet merah. Ada kipas yang sedang berputar, barang-barang yang sebagiannya tak beraturan, dan seakan centang perenang kata Andre Hirata sang penulis tetralogi “Laskar Pelangi”, sudah baca?
            Pagi ini cukup indah dan agak mendung, Saudaraku. Tahukah engkau bahwa hari ini adalah hari pertama di bulan Dzul Hijjah yang sepuluh hari pertama pada bulan ini begitu mulia? Maka mari memperbanyak zikir, berpuasa, dan melakukan amal kebaikan lainnya. Yah, bahkan senyum yang engkau lemparkan kepada saudaramu pun, insya Allah akan menuai pahala dan kebaikan. Karena, sekali lagi, tak ada amal saleh yang lebih di cintai oleh Allah daripada amal saleh yang dilakukan di sepuluh hari pertama di bulan ini. Kecuali orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya dan tidak kembali darinya—dengan kata lain ia meninggal walau pun sebenarnya ia hidup di sisi Allah. Begitulah makna dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
            Alhamdulillah, aku telah memiliki murobbi baru—seorang guru agama nonformal dalam sebuah majelis ilmu yang terdiri dari beberapa orang penuntut ilmu yang belajar dengan metode halakah. Namanya ustadz Darwis Firman. Perjumpaan pertamaku dengannya terjadi semalam. Beliau berumur hampir empat puluh tahun namun ketika engkau melihat perawakannya mungkin ia lebih muda dari umurnya. Jenggotnya panjang namun kurang lebat. Ia memiliki kulit putih dan memiliki perkataan yang santun. Kata-katanya itu pun penuh nasehat dan wejangan. Alhamdulillah.
            Saudara sehalakahku yang datang semalam ialah Ruslan yang juga sejurusan dengan saya di UNM, Ahmad Yani ketua kami (naqib), Muhammad Bukhari Muslim yang sekitar sebulan yang lalu telah menikah—baarakallaahu fiik Bukhari, Muhammad Yusuf, dan Ervhan Jaya yang kedua terakhir merupakan teman sefakultas saya.
            Yah, seperti yang saudara ketahui, semalam merupakan pertemuan pertama kami dengan murobbi kami itu. Jadi, belum masuk kajian lanjutan, yah… hanya semacam perkenalan agaknya. Sama saja kalau kita memasuki hari pertama di sebuah mata kuliah, maka yang dibahasa bukan langsung materi kuliah, namun kontrak perkuliahan ianya, bukan begitu Saudaraku?
            Sebenarnya semalam aku terlambat untuk tarbiyah—belajar (agama). Alasannya karena aku sebelumnya mengikuti taklim di sebuah mesjid dekat tempat saya tinggal yang membahas tentang keutamaan bulan Dzul Hijjah—coba Saudara berselancar atau mencari tahu lebih lengkap tentang keutamaan bulan ini agar tidak sampai menyesal kehilangan berbagai kebaikan di dalamnya. Setelah taklim selesai, akhirnya kembali kukayuh sepedaku ke mesjid Ar Rahma—mesjid belakang kampus—yang menjadi tempat kami untuk menuntut ilmu. Aku tiba di sana ketika waktu Isya telah masuk.
            Setelah selesai salat, ustadz pun langsung membuka majelis yang membahas tentang hakikat salat. Bahwa salat bukanlah gerakan saja, namun ia memiliki ruh yang menghidupkannya—semoga kita dapat merasakan nikmatnya salat disertai dengan kekhusyukan wahai saudaraku.
            Ustadz pun kemudian memperkenalkan diri dan menanyakan nama-nama kami serta cita-cita kami. Di sela-sela pertanyaannya ia sisipkan sebuah pengetahuan bahwa ada beberapa kriteria nama yang baik menurut Rasulullah saw. Kriteria tersebut ialah nama itu memiliki arti yang baik dan disandarkan kepada Allah. Misalnya Abdullah yang berarti hamba Allah, dsb. Dan perlu saudara ketahui bahwa Abdullah dan Abdurahman merupakan nama yang paling dicintai oleh Allah—dalam sebuah atsar.
            Kebanyakan dari kami kurang mengetahui alasan kami diberikan nama tersebut oleh orang tua kami masing-masing. Padahal tahukah engkau saudaraku, kata usatdz nama itu memengaruhi kepribadian seseorang. Kalau namanya memiliki arti jelek, boleh jadi ia memiliki kepribadian yang jelek pula, begitu pula sebalikinya. Anggaplah namanya Ahlunnar yang berarti ahli neraka, dsb tentu kita tak mau memilki nama seperti itu maupun keluarga dan anak kita nantinya, bukan begitu Saudara?
            Kemudian pertanyaan pun berali ke cita-cita. Nah, dari sinilah kemudian aku mengetahui secara jelas, apa cita-cita dari saudara-saudara sehalakahku.
            Pertama, Saudara Ruslan. Wah, ternyata Bapak yang satu ini bercita-cita sebagai dosen. Beliau ingin namanya berbunyi “Prof. Dr. H. Ruslan, M.Hum.”. Masya Allah, baarakallaahu fiik yaa akhi. Beliau adalah orang yang disiplin dan jarang sekali menggunakan waktunya dengan sia-sia, patut untuk kita tiru.
            Kemudian yang kedua ialah aku orangnya. Ah Saudara, mungkin bukan di sini tempatnya kuumbar cita-citaku, entahlah. Untuk saat ini, cukup merekalah yang mengetahuinya.
            Berikutnya, Ahmad Yani. Beliau memilki tipikal orang yang memiliki semangat tinggi dan pandai merangkai kata. Cita-cita beliau ternyata ingin jadi profesor. Wah, luar biasa. Ia ingin jadi profesor di bidang ilmu sejarah. Ku tunggu itu Saudara. Selain itu ia pun ingin menjadi hafidz quran—penghafal quran, masya Allah, semangat Ahmad Yani.
            Berikutnya, Muhammad Bukhari Muslim. Kata ustadz namanya Muttafaqun ‘alaih—derajat tertinggi dalam ilmu hadis. Beliau baru saja menikah seperti yang kuceritakan tadi. Ia tak kalah dengan ketua kami, memiliki semangat yang besar menuntut ilmu dan mencari nafkah untuk keluarganya. Yah, tentu beliau juga tak putus studinya. Beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama “Nurul Ilmi”. Beliau telah mempekerjakan beberapa ikhwan lainnya sebagai pengajar privat. Begitu luar biasa manusia yang satu ini. Kalau tidak salah pula, ia juga masuk sepuluh besar dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun ini, entah bagaimana kelanjutan perlombaannya, yang terpenting semoga ia menuai prestasi. Yang tak kalah luar biasanya pula ialah cita-citanya. Ia ingin mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) yang pengajar-pengajarnya merupakan para profesor. Luar Biasa!
            Berikutnya, Muhammad Yusuf. Beliau sekampung dengan murobbi kami yaitu daerah Pinrang. Sering kucandai ia bahwa ia tampan seperti namanya, Yusuf. Cita-citanya seperti Ruslan, ingin jadi dosen dengan tambahan bahwa ia memiliki hobi di bidang komputerisasi yang katanya bahwa semoga hobinya bisa menjadi wasilah dakwah, masya Allah, semangat ki Saudaraku.
            Terakhir, seorang manusia bernama Ervhan Jaya. Beliau mungkin manusia paling tampan di halakah kami, sekali lagi hanya mungkin, catat itu! Wajahnya mirip seorang artis yang kalau tak salah bernama Ari Wibowo, saudara kenal? Ia memiliki cita-cita yang tak kalah luar biasanya. Tahukah Saudara bahwa ia ingin jadi apa? Jadi guru BESAR. Bukan hanya itu, ia juga bercita-cita ingin membangun sebuah yayasan yatim piatu—panti asuhan, mendirikan masjid, dan membangun perumahan ikhwa. Masya Allah, begitu luar biasa dan agung cita-cita beliau.
            Nah, itulah sekumpulan mimpi dan cita-cita para saudara sehalakahku. Namun, ustadz berpesan bahwa setinggi apa pun cita-cita, kalau orientasinya hanya duniawi maka cita-cita itu rendah dan terbatas. Namun, hendaknya cita-cita itu juga merupakan cita-cita ukhrawi yang merupakan cita-cita yang agung. Dengan kata lain, melihat wajah Allah—yang merupakan nkmat terbesar—dan masuk ke surga-Nya. Semoga kami dikumpulkan bersama di taman Firdausnya kelak, insya Allah.
            Selain itu, aku masih ingat pesan murobbiku sebelumnya yang bernama Ustadz Muhammad Abrar. Bahwa cita-cita untuk menjadi seorang hafidz quran merupakan cita-cita seumur hidup. Insya Allah ustadz. Jazakallah wa baarakallaahu fiik ustadz. Semoga ustadz dapat membumikan Islam yang kafah di bumi Sengkang sana.
            Mungkin hanya itu saudaraku, untuk kali ini. Ada beberapa nasihat yang aku ingin bagikan kepada diri pribadi dan saudara sekalian. Bahwa jangan pernah berhenti bermimpi dan gantungkan mimpi itu setinggi bintang kepada Allah. Raih pulalah mimpi dan cita-cita tersebut dengan usaha yang sungguh-sungguh. Ingat, cita dan mimpi itu gratis tak keluar sepeserpun uang yang berada di dompet dalam tas atau kantong belakang celana Saudara. Selain itu Saudaraku, jangan pernah kita hanya menuntut ilmu dunia saja, coba sisihkan sebagian waktu untuk mempelajari agama Allah ini. Ingat, akal itu untuk mentadabburi ciptaan Allah, bukan untuk mentadabburi penciptanya. Karena wahai Saudaraku, bukan ilmu dunia yang nanti dipertanyakan kepadamu, sungguh. Maka bekali diri dengan ilmu yang syar’ih sebagai wasilah untuk mengarungi dunia yang begitu banyak godaan dan cobaan.
            Yah, cukup. Semoga Saudara sekalian mendapatkan hikmah dan faedah dari apa yang aku tuliskan, khususnya bagi diri pribadiku sendiri. Semoga hari Saudara begitu berbahagia dan lebih baik dari hari yang lalu. Semoga Allah memberkati wahai saudaraku…

17 Oktober 2012-
Cita-cita dan mimpi menunjukkan kualitas seseorang


Sumber gambar:
           

0 comments:

Post a Comment