Baik. Kumulai tulisan ini di sebuah
kamar tempat aku tidur sehari-hari. Aku kini, beralaskan dipan dan sehelai
karpet merah. Ada kipas yang sedang berputar, barang-barang yang sebagiannya
tak beraturan, dan seakan centang perenang kata Andre Hirata sang penulis tetralogi
“Laskar Pelangi”, sudah baca?
Pagi ini cukup indah dan agak
mendung, Saudaraku. Tahukah engkau bahwa hari ini adalah hari pertama di bulan
Dzul Hijjah yang sepuluh hari pertama pada bulan ini begitu mulia? Maka mari
memperbanyak zikir, berpuasa, dan melakukan amal kebaikan lainnya. Yah, bahkan
senyum yang engkau lemparkan kepada saudaramu pun, insya Allah akan menuai
pahala dan kebaikan. Karena, sekali lagi, tak ada amal saleh yang lebih di
cintai oleh Allah daripada amal saleh yang dilakukan di sepuluh hari pertama di
bulan ini. Kecuali orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya
dan tidak kembali darinya—dengan kata lain ia meninggal walau pun sebenarnya ia
hidup di sisi Allah. Begitulah makna dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
Alhamdulillah, aku telah memiliki murobbi
baru—seorang guru agama nonformal dalam sebuah majelis ilmu yang terdiri dari
beberapa orang penuntut ilmu yang belajar dengan metode halakah. Namanya ustadz
Darwis Firman. Perjumpaan pertamaku dengannya terjadi semalam. Beliau berumur hampir
empat puluh tahun namun ketika engkau melihat perawakannya mungkin ia lebih
muda dari umurnya. Jenggotnya panjang namun kurang lebat. Ia memiliki kulit
putih dan memiliki perkataan yang santun. Kata-katanya itu pun penuh nasehat
dan wejangan. Alhamdulillah.
Saudara sehalakahku yang datang semalam
ialah Ruslan yang juga sejurusan dengan saya di UNM, Ahmad Yani ketua kami
(naqib), Muhammad Bukhari Muslim yang sekitar sebulan yang lalu telah menikah—baarakallaahu
fiik Bukhari, Muhammad Yusuf, dan Ervhan Jaya yang kedua terakhir merupakan
teman sefakultas saya.
Yah, seperti yang saudara ketahui,
semalam merupakan pertemuan pertama kami dengan murobbi kami itu. Jadi, belum
masuk kajian lanjutan, yah… hanya semacam perkenalan agaknya. Sama saja kalau
kita memasuki hari pertama di sebuah mata kuliah, maka yang dibahasa bukan
langsung materi kuliah, namun kontrak perkuliahan ianya, bukan begitu Saudaraku?
Sebenarnya semalam aku terlambat
untuk tarbiyah—belajar (agama). Alasannya karena aku sebelumnya
mengikuti taklim di sebuah mesjid dekat tempat saya tinggal yang membahas
tentang keutamaan bulan Dzul Hijjah—coba Saudara berselancar atau mencari tahu
lebih lengkap tentang keutamaan bulan ini agar tidak sampai menyesal kehilangan
berbagai kebaikan di dalamnya. Setelah taklim selesai, akhirnya kembali kukayuh
sepedaku ke mesjid Ar Rahma—mesjid belakang kampus—yang menjadi tempat kami
untuk menuntut ilmu. Aku tiba di sana ketika waktu Isya telah masuk.
Setelah selesai salat, ustadz pun
langsung membuka majelis yang membahas tentang hakikat salat. Bahwa salat
bukanlah gerakan saja, namun ia memiliki ruh yang menghidupkannya—semoga kita
dapat merasakan nikmatnya salat disertai dengan kekhusyukan wahai saudaraku.
Ustadz pun kemudian memperkenalkan
diri dan menanyakan nama-nama kami serta cita-cita kami. Di sela-sela
pertanyaannya ia sisipkan sebuah pengetahuan bahwa ada beberapa kriteria nama
yang baik menurut Rasulullah saw. Kriteria tersebut ialah nama itu memiliki
arti yang baik dan disandarkan kepada Allah. Misalnya Abdullah yang berarti
hamba Allah, dsb. Dan perlu saudara ketahui bahwa Abdullah dan Abdurahman
merupakan nama yang paling dicintai oleh Allah—dalam sebuah atsar.
Kebanyakan dari kami kurang
mengetahui alasan kami diberikan nama tersebut oleh orang tua kami
masing-masing. Padahal tahukah engkau saudaraku, kata usatdz nama itu memengaruhi
kepribadian seseorang. Kalau namanya memiliki arti jelek, boleh jadi ia
memiliki kepribadian yang jelek pula, begitu pula sebalikinya. Anggaplah
namanya Ahlunnar yang berarti ahli neraka, dsb tentu kita tak mau memilki nama
seperti itu maupun keluarga dan anak kita nantinya, bukan begitu Saudara?
Kemudian pertanyaan pun berali ke
cita-cita. Nah, dari sinilah kemudian aku mengetahui secara jelas, apa
cita-cita dari saudara-saudara sehalakahku.
Pertama, Saudara Ruslan. Wah,
ternyata Bapak yang satu ini bercita-cita sebagai dosen. Beliau ingin namanya
berbunyi “Prof. Dr. H. Ruslan, M.Hum.”. Masya Allah, baarakallaahu fiik yaa
akhi. Beliau adalah orang yang disiplin dan jarang sekali menggunakan
waktunya dengan sia-sia, patut untuk kita tiru.
Kemudian yang kedua ialah aku
orangnya. Ah Saudara, mungkin bukan di sini tempatnya kuumbar cita-citaku,
entahlah. Untuk saat ini, cukup merekalah yang mengetahuinya.
Berikutnya, Ahmad Yani. Beliau memilki
tipikal orang yang memiliki semangat tinggi dan pandai merangkai kata.
Cita-cita beliau ternyata ingin jadi profesor. Wah, luar biasa. Ia ingin jadi
profesor di bidang ilmu sejarah. Ku tunggu itu Saudara. Selain itu ia pun ingin
menjadi hafidz quran—penghafal quran, masya Allah, semangat Ahmad Yani.
Berikutnya, Muhammad Bukhari Muslim.
Kata ustadz namanya Muttafaqun ‘alaih—derajat tertinggi dalam ilmu
hadis. Beliau baru saja menikah seperti yang kuceritakan tadi. Ia tak kalah
dengan ketua kami, memiliki semangat yang besar menuntut ilmu dan mencari
nafkah untuk keluarganya. Yah, tentu beliau juga tak putus studinya. Beliau
mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama “Nurul Ilmi”. Beliau telah
mempekerjakan beberapa ikhwan lainnya sebagai pengajar privat. Begitu luar
biasa manusia yang satu ini. Kalau tidak salah pula, ia juga masuk sepuluh
besar dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun ini, entah bagaimana
kelanjutan perlombaannya, yang terpenting semoga ia menuai prestasi. Yang tak
kalah luar biasanya pula ialah cita-citanya. Ia ingin mendirikan Taman Kanak-Kanak
(TK) dan sekolah dasar (SD) yang pengajar-pengajarnya merupakan para profesor.
Luar Biasa!
Berikutnya, Muhammad Yusuf. Beliau
sekampung dengan murobbi kami yaitu daerah Pinrang. Sering kucandai ia bahwa ia
tampan seperti namanya, Yusuf. Cita-citanya seperti Ruslan, ingin jadi dosen
dengan tambahan bahwa ia memiliki hobi di bidang komputerisasi yang katanya
bahwa semoga hobinya bisa menjadi wasilah dakwah, masya Allah, semangat ki
Saudaraku.
Terakhir, seorang manusia bernama
Ervhan Jaya. Beliau mungkin manusia paling tampan di halakah kami, sekali lagi
hanya mungkin, catat itu! Wajahnya mirip seorang artis yang kalau tak salah
bernama Ari Wibowo, saudara kenal? Ia memiliki cita-cita yang tak kalah luar
biasanya. Tahukah Saudara bahwa ia ingin jadi apa? Jadi guru BESAR. Bukan hanya
itu, ia juga bercita-cita ingin membangun sebuah yayasan yatim piatu—panti
asuhan, mendirikan masjid, dan membangun perumahan ikhwa. Masya Allah,
begitu luar biasa dan agung cita-cita beliau.
Nah, itulah sekumpulan mimpi dan
cita-cita para saudara sehalakahku. Namun, ustadz berpesan bahwa setinggi apa
pun cita-cita, kalau orientasinya hanya duniawi maka cita-cita itu rendah dan
terbatas. Namun, hendaknya cita-cita itu juga merupakan cita-cita ukhrawi yang
merupakan cita-cita yang agung. Dengan kata lain, melihat wajah Allah—yang
merupakan nkmat terbesar—dan masuk ke surga-Nya. Semoga kami dikumpulkan
bersama di taman Firdausnya kelak, insya Allah.
Selain itu, aku masih ingat pesan
murobbiku sebelumnya yang bernama Ustadz Muhammad Abrar. Bahwa cita-cita untuk
menjadi seorang hafidz quran merupakan cita-cita seumur hidup. Insya
Allah ustadz. Jazakallah wa baarakallaahu fiik ustadz. Semoga
ustadz dapat membumikan Islam yang kafah di bumi Sengkang sana.
Mungkin hanya itu saudaraku, untuk
kali ini. Ada beberapa nasihat yang aku ingin bagikan kepada diri pribadi dan
saudara sekalian. Bahwa jangan pernah berhenti bermimpi dan gantungkan mimpi
itu setinggi bintang kepada Allah. Raih pulalah mimpi dan cita-cita tersebut
dengan usaha yang sungguh-sungguh. Ingat, cita dan mimpi itu gratis tak keluar
sepeserpun uang yang berada di dompet dalam tas atau kantong belakang celana
Saudara. Selain itu Saudaraku, jangan pernah kita hanya menuntut ilmu dunia
saja, coba sisihkan sebagian waktu untuk mempelajari agama Allah ini. Ingat,
akal itu untuk mentadabburi ciptaan Allah, bukan untuk mentadabburi
penciptanya. Karena wahai Saudaraku, bukan ilmu dunia yang nanti dipertanyakan
kepadamu, sungguh. Maka bekali diri dengan ilmu yang syar’ih sebagai
wasilah untuk mengarungi dunia yang begitu banyak godaan dan cobaan.
Yah, cukup. Semoga Saudara sekalian
mendapatkan hikmah dan faedah dari apa yang aku tuliskan, khususnya bagi diri
pribadiku sendiri. Semoga hari Saudara begitu berbahagia dan lebih baik dari
hari yang lalu. Semoga Allah memberkati wahai saudaraku…
17 Oktober 2012-
Cita-cita dan mimpi menunjukkan
kualitas seseorang
Sumber gambar:
0 comments:
Post a Comment