Ads 468x60px

Sunday, April 14, 2013

Namanya... Aminah!

Bismillah,

05.04, Masjib Babul Muttaqien.
            Bumi Daeng Tata sedang bersahabat dengan mentari dan awan-gemawan. Tiada hujan hari ini! walau saya tahu, banyak pecinta hujan dan merasa tenang ketika hujan sedang turun. Namun, hari ini semua tampak begitu indah. Lalu lintas depan masjid tenang dan tidak macet seperti biasanya, serta dedaunan yang menguning jatuh berguguran. Alhamdulillah, semoga dedaunan tidak membenci angin, karena sesungguhnya saya tidak tahu, apakah daun yang jatuh membenci angin, atau—seperti kata tere—daun yang jatuh itu tidak membenci angin. Yang jelas, daun itu telah kusapu tadi dan kubuang pada tempatnya.
www.gen22.net
            Baik. Semua orang berada dalam kesibukan dan sungguh celaka orang yang tidak dalam kesibukan. Kita, sama—Alhamdulillah— diberi waktu 24 jam. Namun, samakah kita dalam menggunakan waktu tersebut? Tentu berbeda wahai pembaca. Ada yang sibuk belajar, membaca, mengerjakan setiap soal untuk ujian CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) atau OSN (Olimpiade SAINS Nasional), menulis, olahraga, dan sebagainya (dan ini adalah hal yang positif tentunya). Namun, ada pula yang sibuk menghabiskan waktunya dengan kegiatan yang kurang bermanfaat, sia-sia, bahkan membawa membawa mudarat.  Kadang kita mendengar ada kawan berkata bahwa waktunya kurang cukup untuk segala hal. Kadang ada yang berkata, waktunya cukup untuk melakukan berbagai hal. Namun, kadang pula kita mendengar kawan kita berkata, “Apa yang hendak saya kerjakan sekarang yah?” Nah, mana pertanyaan yang sering kita lontarkan...?
            Benarlah, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari bahwa ada dua nikmat yang kebanyakan manusia merugi pada keduanya, yaitu sehat dan waktu luang. Sering kali kita terlena dengan waktu—tanpa terkecuali juga penulis. Kalaulah kita saking sibuknya dalam suatu hari atau suatu pekan, maka kita berkata “Kalau libur datang, saya akan mengerjakan ini dan itu.”. Namun, pada saat libur, ternyata ucapan kita hanya penghias udara saja dan lupa akan janji-janji kita—untuk ke depannya, semoga kita dijauhkan dari hal itu. Kalau kita mau merinci setiap masalah dan rencana, maka yakinlah wahai pembaca yang budiman, waktu itu tidak cukup untuk mengerjakan itu semua.
            Nah, pembaca, itu sedikit prolog dalam tulisan ini karena kita memang harus saling mengingatkan tentang kebaikan, bukan? Terus bagaimana dengan judul tulisan ini? Baik, sebenarnya judul tulisan di atas dalamnya bukan main—setidaknya bagi penulis. “Aminah”, ah kata yang begitu sedap menjalar masuk ke lubang-lubang telinga orang (mungkin). Wahai pembaca, adakah kawan bernama Aminah? Mungkin pembaca bertanya-tanya, apa hubungan saya dengan si “Aminah” ini? Atau ada juga yang langsung menebak bahwa itu adalah calon istri saya yang mungkin pernah saya gemabar-gemborkan? Entahlah, Allah kemudian engkau sendiri yang tahu tentang hal itu.
            BUKAN!! Jawabannya bukan wahai pembaca. Saya hanya terngiang dengan pesan senior saya waktu Upgrading kemarin tentang si “Aminah” tersebut. Tahu apa yang ia katakan? Ia berkata, “Ikhwa sekalian, jangan sampai kita sibuk mengejar Aminah daripada menjalankan amanah!” Tahukah pembaca apa makna dari perkataan senior saya itu?
            Walaulah saya bukan ahli tafsir, namun menurut saya maknanya ialah jangan sampai kita sibuk mengejar dan mempersiapkan diri untuk seorang perempuan (juga laki-laki) namun kita lalai dalam menjalankan amanah dakwah. Dakwah? Yah, dakwah berupa ajakan kepada kebaikan. Bukan hanya mengajak salat dan puasa saja, namun perkataan yang baik kepada keluarga dan teman itu juga merupakan dakwah—semoga kita tidak elergi dalam mendengarkan dan menuliskannya.
            Saya? Kapan menikah? Menikah dengan Aminah, bukan sih? Haha, beberapa pekan ini, di kelas saya sedang heboh gosip kapan saya menikah, di mana, dan siapa calonnya... saya katakan insya Allah tentu saya mau menikah—dan siapa pula orang gila di dunia ini yang tidak menginginkan pernikahan, bukan?. Mungkin ini gara-gara status di Facebook yang sering saya posting berkaitan dengan calon istri ideal dan indahnya pernikahan. Bahkan, teman-teman kelas sudah ada yang mau daftar jadi pagar ayu-nya—untung bukan pagar betis, haha. Dengan lucunya lagi, mau buat baju seragam untuk datang ke pesta pernikahan, hehe... Alhamdulillah, saya ucapkan syukran wajazakumullahu khairan kepada teman-teman sekelas saya yang memberikan perhatian kepada ketua tingkatnya yang menjengkelkan ini.
            Walaupun demikian, pernikahan bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan. Perlu perencanaan yang matang. Kalaulah dalam mengajar nanti kita butuh untuk mempelajari mata kuliah perencanaan pembelajaran, maka dalam pernikahan pun membutuhkan perencanaan yang matang hingga benar-benar indah pada waktu dan tempatnya. Bukan hanya semudah mengatakan “Insya Allah, saya akan menikah bulan Mei...!”. Mungkin ada yang bertanya, “Jadi, keputusannya apa?” hehe... saya serahkan kepada Allah.
            Soal target saya kapan menikah, itu masih sekitar 5 tahun ke depan, setelah beberapa mimpi dan cita telah saya gapai. Namun, kalaulah Allah menghendaki saya menikah di bulan Mei, hei siapa yang bisa menolak wahai pembaca?? Bung Ringgo kan bilang mei be yes, mei be no? Saya, sangat berkeingin untuk menikah, untuk merasakan yang namanya pacaran—maklumlah, wong seumur hidup tidak pernah pacaran. Apa lagi di zaman fitnah (baca cobaan, ujian, pen.) ini yang luar biasa besarnya. Pesona Cleopatra sudah terkalahkan. Begitu banyak cleopatra-cleopatra baru yang muncul dengan pesona-pesona auratnya yang setiap mata lelaki takluk penuh nafsu. Ini yang membuat saya ingin menikah sesegera mungkin, untuk menjaga mata, hati, dan syahwat ini serta menyalurkan pada tempat yang benar. Entahlah, yang jelas, insya Allah target saya lima tahun ke depan, jadi masih terbuka lebar kesempatan bagi akhwat mana saja yang sesuai kriteri saya yaitu: menyejukkan hati dan wajahnya, saleh, nurut sama suami, dan pintar memasak. Diutamakan yang hafidz 30 juz, pintar bahasa Inggris, pintar bahasa Arab, dan pintar menyenangkan suami, untuk mendaftarkan diri—Adduh mungkin ada di surga kali yah... hahaha.
            Mungkin, tulisan yang sederhana dan singkat ini kuusaikan saja duluh wahai pembaca. Semoga tidak ada yang kecewa mengenai keputusan ini. Kalaulah ada hikmahnya, petik dan hidangkan dalam hangatnya kehidupan. Kalaulah banyak salah, toh penulis ini juga manusia dan di sekelilingnya ada berjubel setan yang selalu hendak menjerumuskan saya. Semoga kita dipertemukan olehnya di telaga kautsar nanti, meneguk air bersama Rasul saw. hingga tak pernah lagi merasakan kehausan. Salam dan selawat kepada Muhammad, semoga kita benar-benar menatap dan bercengkrama dengan beliau di akhir kelak. Syukran.

14 April 2013
Ditulis dalamrangka mengklarifikasi kasus pernikahan saya yang beredar, hehe

2 comments:

Unknown said...

like it....:-)

Murdani Tulqadri said...

terima kasih telah bertamu...

Post a Comment