Bismillah,
05.04,
Masjib Babul Muttaqien.
Bumi Daeng Tata sedang bersahabat
dengan mentari dan awan-gemawan. Tiada hujan hari ini! walau saya tahu, banyak
pecinta hujan dan merasa tenang ketika hujan sedang turun. Namun, hari ini semua
tampak begitu indah. Lalu lintas depan masjid tenang dan tidak macet seperti
biasanya, serta dedaunan yang menguning jatuh berguguran. Alhamdulillah, semoga
dedaunan tidak membenci angin, karena sesungguhnya saya tidak tahu, apakah daun
yang jatuh membenci angin, atau—seperti kata tere—daun yang jatuh itu tidak
membenci angin. Yang jelas, daun itu telah kusapu tadi dan kubuang pada
tempatnya.
www.gen22.net |
Baik. Semua orang berada dalam
kesibukan dan sungguh celaka orang yang tidak dalam kesibukan. Kita,
sama—Alhamdulillah— diberi waktu 24 jam. Namun, samakah kita dalam menggunakan
waktu tersebut? Tentu berbeda wahai pembaca. Ada yang sibuk belajar, membaca,
mengerjakan setiap soal untuk ujian CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) atau OSN
(Olimpiade SAINS Nasional), menulis, olahraga, dan sebagainya (dan ini adalah
hal yang positif tentunya). Namun, ada pula yang sibuk menghabiskan waktunya
dengan kegiatan yang kurang bermanfaat, sia-sia, bahkan membawa membawa
mudarat. Kadang kita mendengar ada kawan
berkata bahwa waktunya kurang cukup untuk segala hal. Kadang ada yang berkata,
waktunya cukup untuk melakukan berbagai hal. Namun, kadang pula kita mendengar
kawan kita berkata, “Apa yang hendak saya kerjakan sekarang yah?” Nah, mana
pertanyaan yang sering kita lontarkan...?
Benarlah, dalam sebuah hadits
riwayat Bukhari bahwa ada dua nikmat yang kebanyakan manusia merugi pada
keduanya, yaitu sehat dan waktu luang. Sering kali kita terlena dengan
waktu—tanpa terkecuali juga penulis. Kalaulah kita saking sibuknya dalam suatu
hari atau suatu pekan, maka kita berkata “Kalau libur datang, saya akan mengerjakan
ini dan itu.”. Namun, pada saat libur, ternyata ucapan kita hanya penghias
udara saja dan lupa akan janji-janji kita—untuk ke depannya, semoga kita
dijauhkan dari hal itu. Kalau kita mau merinci setiap masalah dan rencana, maka
yakinlah wahai pembaca yang budiman, waktu itu tidak cukup untuk mengerjakan
itu semua.
Nah, pembaca, itu sedikit prolog
dalam tulisan ini karena kita memang harus saling mengingatkan tentang kebaikan,
bukan? Terus bagaimana dengan judul tulisan ini? Baik, sebenarnya judul tulisan
di atas dalamnya bukan main—setidaknya bagi penulis. “Aminah”, ah kata yang
begitu sedap menjalar masuk ke lubang-lubang telinga orang (mungkin). Wahai
pembaca, adakah kawan bernama Aminah? Mungkin pembaca bertanya-tanya, apa
hubungan saya dengan si “Aminah” ini? Atau ada juga yang langsung menebak bahwa
itu adalah calon istri saya yang mungkin pernah saya gemabar-gemborkan?
Entahlah, Allah kemudian engkau sendiri yang tahu tentang hal itu.
BUKAN!! Jawabannya bukan wahai
pembaca. Saya hanya terngiang dengan pesan senior saya waktu Upgrading
kemarin tentang si “Aminah” tersebut. Tahu apa yang ia katakan? Ia berkata,
“Ikhwa sekalian, jangan sampai kita sibuk mengejar Aminah daripada menjalankan
amanah!” Tahukah pembaca apa makna dari perkataan senior saya itu?
Walaulah saya bukan ahli tafsir,
namun menurut saya maknanya ialah jangan sampai kita sibuk mengejar dan
mempersiapkan diri untuk seorang perempuan (juga laki-laki) namun kita lalai
dalam menjalankan amanah dakwah. Dakwah? Yah, dakwah berupa ajakan kepada
kebaikan. Bukan hanya mengajak salat dan puasa saja, namun perkataan yang baik
kepada keluarga dan teman itu juga merupakan dakwah—semoga kita tidak elergi
dalam mendengarkan dan menuliskannya.
Saya? Kapan menikah? Menikah dengan
Aminah, bukan sih? Haha, beberapa pekan ini, di kelas saya sedang heboh gosip
kapan saya menikah, di mana, dan siapa calonnya... saya katakan insya Allah
tentu saya mau menikah—dan siapa pula orang gila di dunia ini yang tidak
menginginkan pernikahan, bukan?. Mungkin ini gara-gara status di Facebook
yang sering saya posting berkaitan dengan calon istri ideal dan indahnya
pernikahan. Bahkan, teman-teman kelas sudah ada yang mau daftar jadi pagar
ayu-nya—untung bukan pagar betis, haha. Dengan lucunya lagi, mau buat baju
seragam untuk datang ke pesta pernikahan, hehe... Alhamdulillah, saya ucapkan
syukran wajazakumullahu khairan kepada teman-teman sekelas saya yang memberikan
perhatian kepada ketua tingkatnya yang menjengkelkan ini.
Walaupun demikian, pernikahan
bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan. Perlu perencanaan yang matang. Kalaulah
dalam mengajar nanti kita butuh untuk mempelajari mata kuliah perencanaan
pembelajaran, maka dalam pernikahan pun membutuhkan perencanaan yang matang
hingga benar-benar indah pada waktu dan tempatnya. Bukan hanya semudah
mengatakan “Insya Allah, saya akan menikah bulan Mei...!”. Mungkin ada yang
bertanya, “Jadi, keputusannya apa?” hehe... saya serahkan kepada Allah.
Soal target saya kapan menikah, itu
masih sekitar 5 tahun ke depan, setelah beberapa mimpi dan cita telah saya
gapai. Namun, kalaulah Allah menghendaki saya menikah di bulan Mei, hei siapa
yang bisa menolak wahai pembaca?? Bung Ringgo kan bilang mei be yes, mei be no?
Saya, sangat berkeingin untuk menikah, untuk merasakan yang namanya pacaran—maklumlah,
wong seumur hidup tidak pernah pacaran. Apa lagi di zaman fitnah (baca cobaan,
ujian, pen.) ini yang luar biasa besarnya. Pesona Cleopatra sudah terkalahkan. Begitu
banyak cleopatra-cleopatra baru yang muncul dengan pesona-pesona auratnya yang
setiap mata lelaki takluk penuh nafsu. Ini yang membuat saya ingin menikah
sesegera mungkin, untuk menjaga mata, hati, dan syahwat ini serta menyalurkan
pada tempat yang benar. Entahlah, yang jelas, insya Allah target saya lima
tahun ke depan, jadi masih terbuka lebar kesempatan bagi akhwat mana saja yang
sesuai kriteri saya yaitu: menyejukkan hati dan wajahnya, saleh, nurut sama
suami, dan pintar memasak. Diutamakan yang hafidz 30 juz, pintar bahasa
Inggris, pintar bahasa Arab, dan pintar menyenangkan suami, untuk mendaftarkan
diri—Adduh mungkin ada di surga kali yah... hahaha.
Mungkin, tulisan yang sederhana dan
singkat ini kuusaikan saja duluh wahai pembaca. Semoga tidak ada yang kecewa
mengenai keputusan ini. Kalaulah ada hikmahnya, petik dan hidangkan dalam
hangatnya kehidupan. Kalaulah banyak salah, toh penulis ini juga manusia dan di
sekelilingnya ada berjubel setan yang selalu hendak menjerumuskan saya. Semoga
kita dipertemukan olehnya di telaga kautsar nanti, meneguk air bersama Rasul
saw. hingga tak pernah lagi merasakan kehausan. Salam dan selawat kepada
Muhammad, semoga kita benar-benar menatap dan bercengkrama dengan beliau di
akhir kelak. Syukran.
14
April 2013
Ditulis
dalamrangka mengklarifikasi kasus pernikahan saya yang beredar, hehe
2 comments:
like it....:-)
terima kasih telah bertamu...
Post a Comment